Senin, 03 November 2014

HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA PASCA PERUBAHAN UUD 1945[1]

MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
---------

HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA
PASCA PERUBAHAN UUD 1945[1]

Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.[2]


UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang merupakan hasil kesepakatan seluruh rakyat Indonesia. Keberlakuan UUD 1945 berlandaskan pada legitimasi kedaulatan rakyat sehingga UUD 1945 merupakan hukum tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, hasil-hasil perubahan UUD 1945 berimplikasi terhadap seluruh lapangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi perubahan tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Jika naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali mengalami perubahan materi muatan UUD 1945 mencakup 199 butir ketentuan.[3]

MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA[1]

MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
---------

MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM
SISTEM KETATANEGARAAN
REPUBLIK INDONESIA[1]

Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.[2]


A.  PERUBAHAN UUD 1945

Reformasi Konstitusi
            Sejak datangnya era reformasi yang ditandai dengan peristiwa berhentinya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 telah terbuka peluang bagi dilakukannya reformasi konstitusi setelah mengalami fase “sakralisasi UUD 1945” selama pemerintahan Orde Baru. Dalam perkembangannya reformasi konstitusi menjadi salah satu tuntutan berbagai kalangan, termasuk para pakar/akademisi hukum tata negara dan kelompok mahasiswa, yang kemudian diwujudkan oleh MPR melalui empat kali perubahan (1999-2002).

PERAN DPRD DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH

PERAN DPRD DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH

(Kajian dari Sudut Pandang HTN)

Oleh : Dahlan Thaib

I

Gema reformasi yang dicanangkan sejak sejak awal digulirkan telah membuka kesadaran rakyat Indonesia akan hak-hak politiknya yang sebelumnya tidak tersentuh dan tidak dapat dinikmati kendatipun hak-hak tersebut dijamin secara konstitusional.

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF*

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
DITINJAU DARI ASPEK HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF*
(Beberapa Pokok Pikiran)
Oleh: Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, SH, MSi**

I

            Dari aspek yuridis Konstitusional terlihat jelas pertimbangan-pertimbangan yang tajam akan kesepakatan untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi yang melahirkan Otonomi Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

PENEGAKAN HUKUM DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK[1]


---------
MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA


PENEGAKAN HUKUM DAN
TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK[1]
Oleh: Moh. Mahfud MD[2]

Hukum dan Pemerintahan dalam Kehidupan Bernegara
Di era modern, negara sebagai suatu organisasi kekuasaan keberadaannya dipahami sebagai hasil bentukan masyarakat melalui proses perjanjian sosial antara warga masyarakat. Keberadaan negara menjadi kebutuhan bersama untuk melindungi dan memenuhi hak-hak individu warga negara serta menjaga tertib kehidupan sosial bersama. Kebutuhan tersebut dalam proses perjanjian sosial termanifestasi menjadi cita-cita atau tujuan nasional yang hendak dicapai sekaligus menjadi perekat antara berbagai komponen bangsa. Untuk mencapai cita-cita atau tujuan tersebut, disepakati pula dasar-dasar organisasi dan penyelenggaraan negara. Kesepakatan tersebutlah yang menjadi pilar dari konstitusi sebagaimana dinyatakan oleh William G. Andrew bahwa terdapat tiga elemen kesepakatan dalam kontitusi, yaitu (1) tentang tujuan dan nilai bersama dalam kehidupan berbangsa (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government); (2) tentang aturan dasar sebagai landasan penyelenggaraan negara dan pemerintahan (the basis of government); dan (3) tentang institusi dan prosedur penyelenggaraan negara (the form of institutions and procedure).[3]

PEMBANGUNAN HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA


PEMBANGUNAN HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM
DI INDONESIA[1]
Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.[2]



Indonesia diidealkan dan dicita-citakan oleh the foun­ding fathers sebagai suatu Negara Hukum (Rechtsstaat/ The Rule of Law). UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.[3] Namun, bagaimana cetak biru dan desain makro penjabaran ide negara hukum itu, selama ini belum pernah dirumuskan secara kom­prehensif. Yang ada hanya pembangunan bidang hukum yang bersifat sektoral. Oleh karena itu, hukum hendaknya dapat dipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem. Apalagi, negara hendak dipahami sebagai suatu kon­sep hukum, yaitu sebagai Negara Hukum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.       bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.      bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c.       bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing;
d.      bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah tidak memadai dan perlu diganti untuk disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan hukum serta ketatanegaraan Republik Indonesia;
e.       sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

BAHASAN KRITIS TENTANG SISTEM BIKAMERAL, PEMILIHAN PRESIDEN LANGSUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI*)

BAHASAN KRITIS TENTANG SISTEM BIKAMERAL,
PEMILIHAN PRESIDEN LANGSUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI*)
Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, SH, MSi**)

 

I

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pasal 37 UUD 1945 sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 MPR telah melakukan tiga kali perubahan UUD 1945 dengan menghasilkan perubahan Pertama dalam Sidang Umum MPR 1999, perubahan Kedua dalam Sidang Tahunan 2000 dan perubahan Ketiga dalam Sidang tahunan bulan November tahun 2001 yang telah lalu.

KAJIAN YURIDIS UU NOMOR 22 TAHUN 1999 DAN IMPLEMENTASINYA TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH*)

KAJIAN YURIDIS UU NOMOR 22 TAHUN 1999 DAN   
IMPLEMENTASINYA TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH*)
Oleh : H. Dahlan Thaib, SH.MSi.**)

Pendahuluan

            Salah satu gema tuntutan reformasi adalah sekitar penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, terutama yang berkaitan dengan kedudukan kepala Daerah dan optimalisasi peran DPRD sebagai penyalur aspirasi rakyat di daerah. Sebagaimana kita ketahui menguatnya peran kepala Daerah atau eksekutif di satu pihak dan melemahnya peran DPRD dipihak lain dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut berbagai kepentingan merupakan salah satu alasan untuk mencabut UU No.5 Tahun 1974 pada era reformasi sekarang ini. Pencabutan UU No.5 Tahun 1974 diawali oleh Sidang Istimewa MPR yang diselenggarakan pada bulan Nopember 1998 dengan dikeluarkannya berbagai ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat diantaranya adalah :

KEISTIMEWAAN DIY: HOW FAR CAN YOU GO?

KEISTIMEWAAN DIY: HOW FAR CAN YOU GO?
Prof. Ratno Lukito, PhD.
(Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Setelah polemik panas terlanjur bergulir di tengah-tengah masyarakat terkait ucapan Presiden SBY yang mempermasalahkan monarkhi vs demokrasi dalam pengantarnya terhadap pembicaraan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK-DIY), Kamis (2 Desember) pemerintah akhirnya secara berani memutuskan dalam draf RUUK tersebut bahwa Gubernur DIY harus dipilih melalui mekanisme pemilihan umum dan bukan penetapan DPRD. Dengan demikian benar adanya dugaan banyak pihak, bahwa ucapan Presiden sebelumnya merupakan penolakan pemerintah (meskipun secara implisit) terhadap public interest masyarakat DIY untuk melanjutkan tradisi sistem penetapan dalam pemilihan gubernur di DIY. Yang jadi soal, kenapa tradisi penetapan ini baru muncul sekarang setelah sekian lama berjalan dan sudah dianggap sebagai kearifan lokal yang berlaku di Yogyakarta?

Jumat, 31 Oktober 2014

Hukum Tata Negara

KONSEP NEGARA HUKUM
(material Formal dan Welfare State)

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002, konsepsi Negara Hukum atau “Rechtsstaat” yang sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945, dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah ‘the rule of law, not of man’. Yang disebut pemerintahan pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak sebagai ‘wayang’ dari skenario sistem yang mengaturnya.

Materi Kuliah Stan Pengantar Hukum Pajak MAKALAH TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

Materi Kuliah Stan Pengantar Hukum Pajak
MAKALAH TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN


A. Pengertian Tindak Pidana

Masalah tindak pidana di bidang perpajakan merupakan hal yang sangat penting khususnya dalam rangka penegakkan hukum (law enforcement) yang harus dilaksanakan, agar ketentuan undang-undang dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, terlebih dalam memenuhi rasa keadilan di masyarakat dan kepastian hukum itu sendiri.
Tindak pidana itu sendiri adalah suatu peristiwa atau tindakan melanggar hukum atau undang-undang pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang pajak telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum.

PERAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) DALAM PENGEMBANGAN INOVASI DI INDONESIA

PERAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) DALAM PENGEMBANGAN  INOVASI DI INDONESIA
Disusun oleh :
Saiful Anwar, S.HI   

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Di zaman yang modern yang pesat disertai dengan era globalisasi saat ini yang ditandai dengan perkembangan di berbagai teknologi yang sudah semakin maju, setiap orang dapat memanfaatkan teknologi yang ada dengan mudah untuk melakukan usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya.[1] Di samping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung dengan cepat. Teknologi saat ini diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Hal inidikarenakan teknologi memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP INOVASI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KEMAKMURAN

PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP INOVASI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KEMAKMURAN
Disusun oleh :
Saiful Anwar, S.HI  

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Di zaman yang modern yang pesat disertai dengan era globalisasi yang ditandai dengan adanya perkembangan di berbagai teknologi yang sudah semakin maju, setiap orang dapat memanfaatkan teknologi yang ada dengan mudah untuk melakukan usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya.[1] Di samping itu, perkembangan teknologi juga menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung dengan cepat. Teknologi saat ini diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Hal inidikarenakan teknologi memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  9  TAHUN  2004

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986
TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang  
 :
a.     bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa, negara, dan masyarakat, yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;
b.    bahwa Peradilan Tata Usaha Negara merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
c.     bahwa Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha  Negara;