UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2002
NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ,
Menimbang
:
a.
bahwa keamanan dalam
negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang
adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa pemeliharaan
keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang
meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c.
bahwa telah terjadi
perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan
kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
dengan peran dan fungsi masing-masing;
d.
bahwa Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah tidak
memadai dan perlu diganti untuk disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan
hukum serta ketatanegaraan Republik Indonesia;
e.
sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia ;
Mengingat :
1.
Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2.
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia ;
3.
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional
Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia ;
4.
Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Kepolisian adalah
segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2.
Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia
adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia .
3.
Pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia
adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan
undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.
4.
Peraturan Kepolisian
adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5.
Keamanan dan
ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah
satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka
tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,
ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam
menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan
bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
6.
Keamanan dalam negeri
adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
7.
Kepentingan umum
adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi
terjaminnya keamanan dalam negeri.
8.
Penyelidik adalah
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
9.
Penyelidikan adalah
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa
yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
10. Penyidik
adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan.
11. Penyidik
Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai
wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang
yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
12. Penyidik
Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat
kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang
diatur dalam undang-undang.
13. Penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
14. Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.
Pasal 2
Fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 3
(1)
Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik
a.
kepolisian khusus;
b.
penyidik pegawai negeri
sipil; dan/atau
c.
bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa.
(2)
Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, dan
c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Pasal 4
Kepolisian
Negara Republik
Pasal 5
(1)
Kepolisian Negara Republik (2) Kepolisian Negara Republik
BAB II
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIKINDONESIA
SUSUNAN DAN KEDUDUKAN KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK
Pasal 6
(1)
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan peran dan fungsi
kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 5 meliputi seluruh wilayah
negara Republik Indonesia. (2) Dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, wilayah negara Republik
(3) Ketentuan mengenai daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
Susunan
organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik
Pasal 8
(1)
Kepolisian Negara Republik (2) Kepolisian Negara Republik
Pasal 9
(1)
Kapolri menetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan teknis
kepolisian.(2) Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik
a.
penyelenggaraan
kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia ;
dan
b.
penyelenggaraan
pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia .
Pasal 10
(1)
Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan
wewenang kepolisian secara hierarki. (2) Ketentuan mengenai tanggung jawab secara hierarki sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal 11
(1)
Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal
(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik
(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal 12
(1)
Jabatan penyidik dan penyidik pembantu adalah jabatan fungsional yang
pejabatnya diangkat dengan Keputusan Kapolri. (2) Jabatan fungsional lainnya di lingkungan Kepolisian Negara Republik
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 13
Tugas
pokok Kepolisian Negara Republik a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 14
(1)
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian
Negara Republik
a.
melaksanakan
pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan
pemerintah sesuai kebutuhan;
b.
menyelenggarakan
segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas
di jalan;
c.
membina masyarakat
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta
ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d.
turut serta dalam
pembinaan hukum nasional;
e.
memelihara ketertiban
dan menjamin keamanan umum;
f.
melakukan koordinasi,
pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai
negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g.
melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum
acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h.
menyelenggarakan
identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan
psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i.
melindungi
keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari
gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j.
melayani kepentingan
warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak
yang berwenang;
k.
memberikan pelayanan
kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian;
serta
l.
melaksanakan tugas
lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1)
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14
Kepolisian Negara Republik
a.
menerima laporan
dan/atau pengaduan;
b.
membantu
menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban
umum;
c.
mencegah dan
menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d.
mengawasi aliran yang
dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
e.
mengeluarkan
peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
f.
melaksanakan
pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka
pencegahan;
g.
melakukan tindakan
pertama di tempat kejadian;
h.
mengambil sidik jari
dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i.
mencari keterangan
dan barang bukti;
j.
menyelenggarakan
Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k.
mengeluarkan surat izin dan/atau surat
keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l.
memberikan bantuan
pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi
lain, serta kegiatan masyarakat;
m.
menerima dan
menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
(2)
Kepolisian Negara Republik
a.
memberikan izin dan
mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
b.
menyelenggarakan
registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c.
memberikan surat izin mengemudi
kendaraan bermotor;
d.
menerima
pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e.
memberikan izin dan
melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
f.
memberikan izin
operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa
pengamanan;
g.
memberikan petunjuk,
mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa
dalam bidang teknis kepolisian;
h.
melakukan kerja sama
dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan
internasional;
i.
melakukan pengawasan
fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia
dengan koordinasi instansi terkait;
j.
mewakili pemerintah
Republik Indonesia
dalam organisasi kepolisian internasional;
k.
melaksanakan
kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
(3)
Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan
d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
(1)
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14
di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik
a.
melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b.
melarang setiap orang
meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan
penyidikan;
c.
membawa dan
menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d.
menyuruh berhenti
orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
e.
melakukan pemeriksaan
dan penyitaan surat ;
f.
memanggil orang untuk
didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g.
mendatangkan orang
ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h.
mengadakan
penghentian penyidikan;
i.
menyerahkan berkas
perkara kepada penuntut umum;
j.
mengajukan permintaan
secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan
imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal
orang yang disangka melakukan tindak pidana;
k.
memberi petunjuk dan
bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil
penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;
dan
l.
mengadakan tindakan
lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2)
Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan
penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai
berikut :
a.
tidak bertentangan
dengan suatu aturan hukum;
b.
selaras dengan
kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c.
harus patut, masuk
akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d.
pertimbangan yang
layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e.
menghormati hak asasi
manusia.
Pasal 17
Pejabat
Kepolisian Negara Republik
Pasal 18
(1)
Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Pasal 19
(1)
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik (2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepolisian Negara Republik
BAB IV
ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIKINDONESIA
ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
Pasal 20
(1)
Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik a. anggota Kepolisian Negara Republik
b. Pegawai Negeri Sipil.
(2) Terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Pasal 21
(1)
Untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik
a.
warga negara Indonesia ;
b.
beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
setia kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
d.
berpendidikan paling
rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;
e.
berumur paling rendah
18 (delapan belas) tahun;
f.
sehat jasmani dan
rohani;
g.
tidak pernah dipidana
karena melakukan suatu kejahatan;
h.
berwibawa, jujur,
adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
i.
lulus pendidikan dan
pelatihan pembentukan anggota kepolisian.
(2)
Ketentuan mengenai pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik
Pasal 22
(1)
Sebelum diangkat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik (2) Ketentuan mengenai tata cara pengambilan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal 23
Lafal
sumpah atau janji sebagaimana diatur dalam Pasal 22 adalah sebagai berikut :"Demi Allah, saya bersumpah/berjanji :
bahwa saya, untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tri Brata, Catur Prasatya, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah yang sah;
bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya".
Pasal 24
(1)
Anggota Kepolisian Negara Republik (2),Ketentuan mengenai ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 25
(1)
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik (2) Ketentuan mengenai susunan, sebutan, dan keselarasan pangkat-pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal 26
(1)
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik (2) Ketentuan mengenai gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
(1)
Untuk membina persatuan dan kesatuan serta meningkatkan semangat kerja dan
moril, diadakan peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik (2) Ketentuan mengenai peraturan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1)
Kepolisian Negara Republik (2) Anggota Kepolisian Negara Republik
(3) Anggota Kepolisian Negara Republik
Pasal 29
(1)
Anggota Kepolisian Negara Republik (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1)
Anggota Kepolisian Negara Republik (2) Usia pensiun maksimum anggota Kepolisian Negara Republik
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PEMBINAAN PROFESI
PEMBINAAN PROFESI
Pasal 31
Pejabat
Kepolisian Negara Republik
Pasal 32
(1)
Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik (2) Pembinaan kemampuan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.
Pasal 33
Guna
menunjang pembinaan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan pengkajian,
penelitian, serta pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian.
Pasal 34
(1)
Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik (2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Pasal 35
(1)
Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik (2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik
Pasal 36
(1)
Setiap pejabat Kepolisian Negara Republik (2) Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, pengeluaran, pemakaian, dan penggunaan tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Kapolri.
BAB VI
LEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL
LEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL
Pasal 37
(1)
Lembaga kepolisian nasional yang disebut dengan Komisi Kepolisian Nasional
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. (2) Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Presiden.
Pasal 38
(1)
Komisi Kepolisian Nasional bertugas :
a.
membantu Presiden
dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia ; dan
b.
memberikan
pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
(2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Komisi Kepolisian
Nasional berwenang untuk :
a.
mengumpulkan dan
menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada Presiden yang berkaitan
dengan anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengembangan sumber daya
manusia Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pengembangan sarana dan
prasarana Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b.
memberikan saran dan
pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya mewujudkan Kepolisian Negara
Republik Indonesia
yang profesional dan mandiri; dan
c.
menerima saran dan
keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada
Presiden.
Pasal 39
(1)
Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional terdiri atas seorang Ketua merangkap
anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris merangkap
anggota dan 6 (enam) orang anggota.(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari unsur-unsur pemerintah, pakar kepolisian, dan tokoh masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tata kerja, pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Kepolisian Nasional diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 40
Segala
pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas Komisi Kepolisian
Nasional dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB VII
BANTUAN, HUBUNGAN, DAN KERJA SAMA
BANTUAN, HUBUNGAN, DAN KERJA SAMA
Pasal 41
(1)
Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik (2) Dalam keadaan darurat militer dan keadaan perang, Kepolisian Negara Republik
(3) Kepolisian Negara Republik
Pasal 42
(1)
Hubungan dan kerja sama Kepolisian Negara Republik (2) Hubungan dan kerja sama di dalam negeri dilakukan terutama dengan unsur-unsur pemerintah daerah, penegak hukum, badan, lembaga, instansi lain, serta masyarakat dengan mengembangkan asas partisipasi dan subsidiaritas.
(3) Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan terutama dengan badan-badan kepolisian dan penegak hukum lain melalui kerja sama bilateral atau multilateral dan badan pencegahan kejahatan baik dalam rangka tugas operasional maupun kerja sama teknik dan pendidikan serta pelatihan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku :
a.
semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan mengenai Kepolisian Negara
Republik Indonesia
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
b.
tindak pidana yang
dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang diperiksa
baik di tingkat penyidikan maupun pemeriksaan di pengadilan militer dan belum
mendapat putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan peradilan militer.
c.
tindak pidana yang
dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang belum diperiksa baik
di tingkat penyidikan maupun pemeriksaan di pengadilan militer berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan peradilan umum.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3710)
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 45
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2002
PRESIDEN REPUBLIK
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Januari 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
2002 NOMOR 2
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II,
ttd
Edy Sudibyo
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIKINDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2002
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3710) sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2289).
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah memuat pokok-pokok mengenai tujuan, kedudukan, peranan dan tugas serta pembinaan profesionalisme kepolisian, tetapi rumusan ketentuan yang tercantum di dalamnya masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368), dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara
Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3369) sehingga watak militernya masih terasa sangat dominan yang pada gilirannya berpengaruh pula kepada sikap perilaku pejabat kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan.
Oleh karena itu, Undang-Undang ini diharapkan dapat memberikan penegasan watak Kepolisian Negara Republik
Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.
Sejak ditetapkannya Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, maka secara konstitusional telah terjadi perubahan yang menegaskan rumusan tugas, fungsi, dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia serta pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
Undang-Undang ini telah didasarkan kepada paradigma baru sehingga diharapkan dapat lebih memantapkan kedudukan dan peranan serta pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral dari reformasi menyeluruh segenap tatanan kehidupan bangsa dan negara dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalam Undang-Undang ini secara tegas dinyatakan dalam perincian kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Namun, tindakan pencegahan tetap diutamakan melalui pengembangan asas preventif dan asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik
Oleh karena itu, Undang-Undang ini mengatur pula pembinaan profesi dan kode etik profesi agar tindakan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral, maupun secara teknik profesi dan terutama hak asasi manusia.
Begitu pentingnya perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia karena menyangkut harkat dan martabat manusia, Negara Republik Indonesia telah membentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Di samping memperhatikan hak asasi manusia dalam setiap melaksanakan tugas dan wewenangnya, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib pula memperhatikan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya, antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, ketentuan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus, seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua serta peraturan perundang-undangan lainnya yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang ini menampung pula pengaturan tentang keanggotaan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890) yang meliputi pengaturan tertentu mengenai hak anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia baik hak kepegawaian, maupun hak politik, dan kewajibannya tunduk pada kekuasaan peradilan umum.
Substansi lain yang baru dalam Undang-Undang ini adalah diaturnya lembaga kepolisian nasional yang tugasnya memberikan saran kepada Presiden tentang arah kebijakan kepolisian dan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sesuai amanat Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, selain terkandung pula fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Kepolisian Negara Republik
Dengan landasan dan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dalam kebulatannya yang utuh serta menyeluruh, diadakan penggantian atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tidak hanya memuat susunan dan kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang serta peranan kepolisian, tetapi juga mengatur tentang keanggotaan, pembinaan profesi, lembaga kepolisian nasional, bantuan dan hubungan serta kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Meskipun demikian, penerapan Undang-Undang ini akan ditentukan oleh komitmen para pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap pelaksanaan tugasnya dan juga komitmen masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mandiri, profesional, dan memenuhi harapan masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Fungsi kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan keadilan.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dibantu" ialah dalam lingkup fungsi kepolisian, bersifat bantuan fungsional dan tidak bersifat struktural hierarkis.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "kepolisian khusus" ialah instansi dan/atau badan Pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian dibidang teknisnya masing-masing.
Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam "lingkungan kuasa soal-soal" (zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.
Contoh "kepolisian khusus" yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan Imigrasi dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "bentuk-bentuk pengamanan swakarsa" adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.
Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan pendidikan.
Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan.
Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan Kapolri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiap manusia dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak perseorangan melainkan juga hak masyarakat, bangsa dan negara yang secara utuh terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta sesuai pula dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Declaration of Human Rights, 1948 dan konvensi internasional lainnya.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Wilayah Negara Republik
Ayat (2)
Untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara efektif dan efisien, wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan luas wilayah, keadaan penduduk, dan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pembagian daerah hukum tersebut diusahakan serasi dengan pembagian wilayah administratif pemerintahan di daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kepolisian Negara Republik
Namun demikian pertanggungjawaban tersebut harus senantiasa berdasar kepada ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak terjadi intervensi yang dapat berdampak negatif terhadap pemuliaan profesi kepolisian.
Pasal 9
Ayat (1)
Kepolisian Negara Republik
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud "dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" adalah setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (2)
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "dua puluh hari kerja DPR-RI" ialah hari kerja di DPR-RI tidak termasuk hari libur dan masa reses.
Sedangkan yang dimaksud dengan "sejak kapan
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "dalam keadaan mendesak" ialah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "jenjang kepangkatan" ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang dapat dicalonkan sebagai Kapolri.
Sedangkan yang dimaksud dengan "jenjang karier" ialah pengalaman penugasan dari Pati calon Kapolri pada berbagai bidang profesi kepolisian atau berbagai macam jabatan di kepolisian.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Jabatan penyidik dan penyidik pembantu sebagai jabatan fungsional terkait dengan sifat keahlian teknis yang memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "ditentukan" adalah suatu proses intern Kepolisian Negara Republik
Pasal 13
Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada Kepolisian Negara Republik
Huruf h
Penyelenggaraan identifikasi kepolisian dimaksudkan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana dan pelayanan identifikasi non tindak pidana bagi masyarakat dan instansi lain dalam rangka pelaksanaan fungsi kepolisian.
Adapun kedokteran kepolisian adalah meliputi antara lain kedokteran forensik, odontologi forensik, dan pskiatri forensik yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas kepolisian.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Hal ini dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan liar.
Wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) ini dilaksanakan secara terakomodasi dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "aliran" adalah semua aliran atau paham yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Keterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baik dengan proses pidana maupun dalam rangka tugas kepolisian pada umumnya.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "Pusat Informasi Kriminal Nasional" adalah sistem jaringan dari dokumentasi kriminal yang memuat baik data kejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas serta regristrasi dan identifikasi lalu lintas.
Huruf k
Surat Izin dan/atau
Huruf l
Wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang berkepentingan atau permintaan masyarakat.
Huruf m
Yang dimaksud dengan "barang temuan" adalah barang yang tidak diketahui pemiliknya yang ditemukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik
Barang temuan itu harus dilindungi oleh Kepolisian Negara Republik
Kepolisian Negara Republik
Ayat (2)
Huruf a
Keramaian umum yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 510 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
yaitu keramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakan di jalan umum.
Kegiatan masyarakat lainnya adalah kegiatan yang dapat membahayakan keamanan umum seperti diatur dalam Pasal 495 ayat (1), 496, 500, 501 ayat (2), dan 502 ayat (1) KUHP.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Kegiatan politik yang memerlukan pemberitahuan kepada Kepolisian Negara Republik
Huruf e
Yang dimaksud dengan "senjata tajam" dalam Undang-Undang ini adalah senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Yang dimaksud dengan "kejahatan internasional" adalah kejahatan tertentu yang disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan manusia.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Dalam pelaksanaan tugas ini Kepolisian Negara Republik
Dalam hubungan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian atas permintaan dari negara lain, sebaliknya Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian dari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dari kedua negara.
Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain, International Criminal Police Organization (ICPO-Interpol).
Fungsi National Central Bureau ICPO-Interpol
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Larangan kepada setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara maksudnya untuk pengamanan tempat kejadian perkara serta barang bukti.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Kewenangan ini merupakan kewenangan umum dan kewenangan dalam proses pidana, dalam pelaksanaannya anggota Kepolisian Negara Republik
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud dengan "menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum", termasuk tersangka dan barang buktinya.
Huruf j
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat mengajukan permintaan cegah tangkal dalam keadaan mendesak atau mendadak paling rendah setingkat Kepala Kepolisian Resort, selanjutnya paling lambat dua puluh hari harus dikukuhkan oleh Keputusan Kapolri.
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bertindak menurut penilaiannya sendiri" adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Kata "sekurang-kurangnya" dimaksudkan untuk menjelaskan sebagian persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum dalam Undang-Undang ini masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Kalimat pengantar dan penutup sumpah/janji bagi calon anggota yang akan disumpah/janji disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya.
Pasal 24
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "menjalani ikatan dinas" adalah suatu kewajiban bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk bekerja di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia selama kurun waktu tertentu mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan Kepolisian yang diperoleh dari Lembaga Pendidikan Pembentukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui pengabdiannya kepada bangsa dan negara Republik Indonesia dengan patuh serta taat menjalankan pekerjaannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bersikap netral" adalah bahwa anggota Kepolisian Negara Republik
Ayat (2)
Meskipun anggota Kepolisian Negara Republik
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah adalah menyangkut pelaksanaan teknis institusional.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Secara umum usia pensiun maksimum anggota Polri 58 tahun, bagi yang mempunyai keahlian khusus dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Pembinaan kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara Republik
Peningkatan dan pengembangan pengetahuan dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, di lembaga pendidikan di dalam atau di luar negeri, serta berbagai bentuk pelatihan lainnya sepanjang untuk meningkatkan profesionalisme. Sedangkan pengalaman maksudnya adalah meliputi jenjang penugasan yang diarahkan untuk memantapkan kemampuan dan prestasi.
Tuntutan pelaksanaan tugas serta pembinaan kemampuan profesi Kepolisian Negara Republik
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam hal seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka anggota tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan terhadap pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik
Pasal 36
Ayat (1)
Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagi masyarakat bahwa dirinya berhadapan dengan petugas resmi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Huruf a
Arah kebijakan Kepolisian Negara Republik
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keluhan" dalam ayat ini menyangkut penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai penanganan keluhannya.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur-unsur Pemerintah" ialah pejabat Pemerintah setingkat Menteri eks officio.
Yang dimaksud dengan "pakar kepolisian" ialah seseorang yang ahli di bidang ilmu kepolisian.
Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" ialah pimpinan informal masyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap kepolisian.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tugas pemeliharaan perdamaian dunia" (Peace Keeping Operation) adalah tugas-tugas yang diminta oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada suatu negara tertentu dengan biaya operasional, pertanggungjawaban dan penggunaan atribut serta bendera PBB.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hubungan kerja sama Kepolisian Negara Republik
Khusus hubungan kerja sama dengan Pemerintah Daerah adalah memberikan pertimbangan aspek keamanan umum kepada Pemerintah Daerah dan instansi terkait serta kegiatan masyarakat, dalam rangka menegakkan kewibawaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kerja sama multilateral", antara lain kerja sama dengan International Criminal Police Organization-Interpol dan Aseanapol.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar