PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyalahgunaan obat terlarang di kalangan remaja/pelajar merupakan masalah yang kompleks. Kenapa? Oleh karena tidak saja menyangkut pada remaja atau pelajar itu sendiri, tetapi juga melibatkan banyak pihak baik keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, teman sebaya, tenaga kesehatan, serta aparat hukum, baik sebagai faktor penyebab, pencetus ataupun yang menanggulangi.
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa puber. Pada masa inilah umumnya dikenal sebagai masa "pancaroba" keadaan remaja penuh energi, serba ingin tahu, belum sepenuhnya memiliki pertimbangan yang matang, mudah terombang-ambing, mudah terpengaruh, nekat dan berani, emosi tinggi, selalu ingin coba dan tidak mau ketinggalan. Pada masa-masa inilah mereka merupakan kelompok yang paling rawan berkaitan dengan penyalahgunaan obat terlarang.
Pengetahuan mengenai bahaya obat terlarang ini hanyalah merupakan salah satu segi yang perlu disampaikan agar mereka sadar akan dampaknya terhadap kesehatannya bahkan ancaman terhadap kehidupannya. Kalau saja semua perilaku pada masa remaja tersebut terarah dengan baik pada hal-hal yang positif tentunya akan dihasilkan remaja/pelajar yang berprestasi sebagai tumpuan masa depan, tetapi sebaliknya akan menghasilkan perilaku negatif seperti kenakalan remaja, tindak kejahatan, rusaknya fisik dan mental yang sangat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya.
Perilaku menyimpang tumbuh di kalangan masyarakat akibat kurang seimbangnya masalah ekonomi, terutama terhadap para remaja Indonesia yang sering menggunakan minum-minuman keras dan obat-obatan terlarang. Mungkin mereka kurang perhatian dari orang tua mereka atau mungkin juga karena ajakan para pemakai atau teman – temannya .
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengangkat permasalahan yang sesuai dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1997 tentang narkotika yang mana bisa membuat generasi muda di Indonesia ini rusak karena penyalahguna’an narkotika tersebut.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Apakah faktor yang mengakibatkan terjadinya penyalahguna’an narkotika dikalangan remaja
2. Apa akibatnya apabila remaja Indonesia menyalahgunakan narkotika
3. Bagaimana cara pencegahan dan penanganan kasus penyalahguna’an narkotika dikalangan remamaja tersebut bisa berkurang?.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Narkotika dan Dasar Hukum yang mengatur
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Dalam UU Narkotika, yang tergolong narkotika adalah ganja, kokain, dan opioid/opiat. Sedangkan yang termasuk jenis opiat adalah morfin dan heroin. Opiat heroin 5 kali lebih kuat daripada morfin. Narkotika adalah jenis obat yang biasa digunakan dalam terapi untuk menghilangkan rasa nyeri seperti pada penderita kanker.
Sementara, kini, peredaran ilegal narkotika semakin marak. Penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja semakin sulit dibendung. Akibatnya, selama satu dekade terakhir di negeri ini telah ditemukan ratusan ribu pecandu narkotika dan zat adiktif lainnya. Sekitar 70% pengguna narkotika dan obat terlarang dilakukan melalui suntikan (injection drug user). Ini sangat memerlukan penanganan medis secara tepat guna.
Penyalahgunaan obat atau "drug abuse" berasal dari kata "salah guna" atau "tidak tepat guna" merupakan suatu penyelewengan penggunaan obat bukan untuk tujuan medis/pengobatan atau tidak sesuai dengan indikasinya. Dalam percakapan sehari-hari sering kita menggunakan kata narkotik sebagai satu-satunya obat terlarang. Apakah memang demikian? Ternyata dari istilah-istilah yang sedang populer sekarang seperti NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lainya) atau NARKOBA (Narkotika, Psikotropika, dan bahan bahaya lainnya), maka obat terlarang itu juga mencakup psikotropika, alkohol, tembakau, dan zat adiktif dan yang memabukkan lainnya. Obat-obat ini apabila digunakan secara tidak benar akan menyebabkan perubahan pikiran, perasaaan, dan tingkah laku pemakainya serta menyebabkan gangguan fisik dan psikis dan kerusakkan susunan saraf pusat bahkan sampai menyebabkan kematian[1].
Secara farmakologik, obat-obatan ini dapat menyebabkan terjadinya toleransi, depedensi atau ketergantungan berupa adiksi dan habituasi, intoksikasi dan gejala putus obat (withdrawal syndrome).
B. Dasar Hukum yang mengatur Narkotika
Dalam bidang hukum juga sudah dikeluarkan dua undang-undang, yaitu: UU Narkotika No. 22 Tahun 1997 dan UU Psikotropika No. 5 Tahun 1997. Dalam undang-undang tersebut, narkotika dibedakan menjadi 3 golongan, masing-masing: Narkotika golongan I (tidak digunakan untuk tujuan medis, seperti morfin, heroin, kokain dan kanabis). Narkotika golongan II (digunakan untuk terapi sebagai pilihan akhir karena adanya efek ketergantungan yang kuat, seperti petidin, metadon), dan Narkotika golongan III (digunakan untuk terapi karena efek ketergantungannya kecil, seperi kodein, doveri).
Sedangkan dalam UU Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau obat bukan narkotik tetapi berkhasiat psikoaktif berupa perubahan aktivitas mental/tingkah laku melalui pengaruhnya pada susunan saraf pusat serta dapat menyebabkan efek ketergantungan.
a) Tujuan UU Narkotika
• Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengambangan ilmu pengetahuan.
• Mencegah terjadinya penyalahgunaan Narkotika dan memberantas peredaran gelap Narkotika UU No 22 Tahun 1997 Narkoti
b) Tujuan pengaturan psikotropika
• Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
• Mencegah terjadinya penyelahgunaan psikotropika
c) Sanksi Pidana Narkotika
• Hukuman Pokok
– MATI
– Penjara Seumur Hidup/ Waktu Tertentu
– Kurungan
– DENDA (Hukuman kurungan pengganti denda- Pasal 100)
• Hukuman Tambahan
– Narkotika dan hasil2 TP Narkotika srt brg utk melakukan TP dirampas untuk negara
• Pasal 90
– Kecuali kurungan/denda tidak lebih dr Rp 5 jt, dpt dipidana Pencabutan Hak (jabatan, masuk TNI, melakukan pekerjaan tertentu)
• Pasal 91
– WNA diusir dari Indonesia dan tdk dpt masuk Indonesia kembali setalah menjalani pidana
• Pasal 98 ayat (1) dan ayat (2)
d) Sanksi dalam UU Psikotropika (SANKSI ADMINISTRATIF)
• Sanksi administratif terkait pengawasan psikotropika:
– Teguran lisan
– Teguran tertulis
– Penghentian sementara kegiatan
– Denda administratif
– Pencabutan izin praktik
• Pihak yang dapat dijatuhkan sanksi administratif:
– Pihak pengedar psikotropika
– Pihak lembaga penelitian dan lembaga pendidikan
– Pihak fasilitas rehabilitasi
e) Tindak Pidana Narkotika Pasal 78 ayat (1) UU Narkotika
• Barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum:
– Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, atau menguasai narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman
– ATAU
– Memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasasi narkotika Golongan I bukan tanaman
f) Perbandingan sanksi Pidana
Perbandingan Sanksi Pidana | |
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika | Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika |
Pidana mati/.seumur hidup/20 tahun penjara hanya tercantum dalam Pasal 59 ayat (2) terkait dengan penyalahgunaan psikotropika secara teroranisasi | Pidana mati/seuur hidup/20 tahun penjara tercantum dlam Pasal 80, Pasal 81 dan Pasal 82 |
Pidana Minimal khusus pada Pasal 59 | Pidana Minimal khus ada Pasal 78 sampai dengan Pasal 82 dan Pasal 87 |
Umumnya Pidana diancam secara Kumulatif | Umumnya Pidana diancam secara Kumulatif |
Maksimum pidana denda Rp 750.000.000,00 untuk perorangan atauRp 5.000.000.000,00 untuk korporasi | Maksimum pidana denda Rp 1.000.000.000,00 atau Rp 7.000.000.000,00 untuk korporasi |
Tidak ada Tindak Pidana yang diancam pidana kurungan | Ada Tindak Pidana yang diancam pidana kurungan (Pasal 86, Pasal 88 dan Pasal 94) |
C. Psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu:
- Psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat, contoh: LSD, MDMA dan mascalin.
- Psikotropika yang berkhasiat terapi tetapi dapat menimbulkan ketergantungan seperti amfetamin.
- Psikotropika dari kelompok hipnotik sedatif, seperti barbiturat. Efek ketergantungannya sedang.
- Psikotropika yang efek ketergantungannya ringan, seperti diazepam, nitrazepam.
D. Bahaya penggunaan obat terlarang.
Bahaya penggunaan obat terlarang ini dapat dibedakan menjadi bahaya dari segi hukum dan bahaya dari segi kesehatan. Seperti diketahui dari UU Narkotika dan UU Psikotropika maka semua orang yang terlibat dapat dikenai sanksi berupa hukuman penjara, denda, bahkan sampai hukuman mati. Mereka yang dapat dijerat hukum melalui undang-undang tersebut mencakup produsen, penyalur dan pemakai dengan gradasi (tingkatan) hukuman dan denda yang bervariasi. Bahkan orang-orang yang mempersulit penyelidikan pun dapat dijerat hukum. Denda maksimal yang tercantum dalam undang-undang tersebut adalah sebesar Rp750 juta, sedangkan hukuman maksimalnya adalah mati.
Bahaya dari segi kesehatan sangat berbeda, tergantung dari jenis obat yang digunakan. Yang pasti semua obat terlarang itu menyebabkan adiksi dan gejala putus obat apabila dihentikan pemakaiannya. Adiksi yang ditimbulkan menyebabkan si pemakai menjadi ketagihan dan membutuhkan obat tersebut terus-menerus. Ketergantungan ini mengganggu fisik dan psikisnya.[3]
Intoksikasi timbul akibat dosis yang dipakai berlebihan sehingga terjadi keracunan. Intoksikasi ini umumnya menyebabkan kematian. Gejala putus obat (withdrawal syndrome) adalah, gejala-gejala yang timbul akibat dihentikannya pemakaian obat terlarang tersebut. Dalam keadaan ini maka fungsi normal tubuhnya menjadi terganggu seperti, berkeringat, nyeri seluruh tubuh, demam, mual sampai muntah. Gejala ini akan menghilang kalau diberikan lagi obat terlarang itu. Semakin lama gejala ini akan semakin hebat. Secara farmakologik, maka efek yang ditimbulkan oleh obat terlarang itu dapat dikelompokkan menjadi depresan, stimulan, dan halusinogen.
Dalam kelompok depresan, maka obat terlarang ini akan menyebabkan depresi (menekan) aktivitas susunan saraf pusat. Pemakai akan menjadi tenang pada awalnya, kemudian apatis, mengantuk dan tidak sadar diri. Semua gerak refleks menurun, mata menjadi sayu, daya penilaian menurun, gangguan terhadap sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah). Termasuk kelompok depresan ini ialah opioid seperti heroin, morfin dan turunannya, sedativa seperti barbiturat dan diazepam, nitrazepam dan turunannya.
Kelompok stimulan merupakan obat terlarang yang dapat merangsang fungsi tubuh. Pada awalnya pemakai akan merasa segar, penuh percaya diri, kemudian berlanjut menjadi susah tidur, perilaku hiperaktif, agresif, denyut jantung jadi cepat, dan mudah tersinggung. Termasuk dalam kelompok ini contohnya adalah kokain, amfetamin, ekstasi, dan kafein.
Kelompok halusinogen merupakan kelompok obat yang menyebabkan adanya penyimpangan persepsi termasuk halusinasi seperti mendengar suara atau melihat sesuatu tanpa ada rangsang. Persepsi ini menjadi "aneh". Termasuk dalam kelompok ini contohnya ialah LSD, meskalin, mariyunana/ganja. Pemakai menjadi curiga berlebihan, mata menjadi merah dan agresif serta disorientasi.
Cara-cara pemakaian obat tersebut di atas juga sangat bervariasi, dari secara oral sampai suntikan. Menyangkut cara penyuntikan, maka bahaya yang timbul adalah kemungkinan terjadinya infeksi pada tempat suntik, tertularnya radang hati (hepatitis virus B) dan HIV/AIDS. Sedangkan cara pemakaian yang dihirup melalui hidung dapat menyebabkan pendarahan di hidung (epistakis).
Di samping obat-obat terlarang tersebut di atas, juga pemakaian tembakau dan alkohol sangat berbahaya bagi kalangan remaja/pelajar. Tembakau yang dihisap sebagai rokok, dari penelitian ilmiah ternyata mengandung bahan aktif lebih dari 3000 macam, termasuk nikotin, tar, CO2, CO, hidrogen sianida dan tembaga. Seorang perokok akan dihadapkan pada resiko rusaknya jaringan paru-paru, sesak napas, kanker paru dan penyakit jantung koroner. Pada intoksikasi akut dapat menyebabkan kematian. Sekarang sudah banyak negara melarang pemakaian tembakau di depan umum dan dalam setiap bungkus rokok tercantum bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh rokok.
Alkohol merupakan zat yang mengandung etanol dengan fungsi menekan sistem susunan saraf pusat. Dosis rendah memang membuat tubuh menjadi segar karena bersifat merangsang. Namun pada dosis lebih besar akan timbul berbagai macam gangguan berupa rusaknya jaringan otak, gangguan daya ingat, gangguan jiwa, mudah tersinggung, menurunnya koordinasi otot (jalan jadi sempoyongan), reaksi refleks menurun, kelumpuhan bahkan menyebabkan kematian.
Golongan obat narkotika yang disalahgunakan bisa memberikan efek samping yang membahayakan kesehatan mental dan fisik. Masalah penyalahgunaan obat-obat terlarang, terutama narkotika, menjadi fokus pembicaraan yang serius. Ini sangat beralasan karena sebagian besar korban penyalahgunaan narkotika adalah remaja dan pemuda. Umumnya, para remaja tanggung hingga kalangan dewasa muda mengkonsumsi heroin (putaw).
Efek heroin cepat sekali jika dibandingkan dengan morfin. Efek euforia atau merasa diri senang sekali juga lebih kuat daripada morfin. Penggunaannya, serbuk dipakai dengan cara dihirup (melalui mulut) atau dengan cara suntikan. Toleransi efek agar mendapatkan efek euforia yang sama, dilakukan dengan menambah dosis obat (heroin) dengan cepat sehingga penggunanya tidak mengetahui dengan sadar akan over dosis.
Keracunan juga cepat terjadi, menekan pusat pernapasan, napas menjadi lambat, pengguna merasa 'melayang', tekanan darah menurun, dan dapat membuat pengguna menjadi koma hingga meninggal dunia. Sekitar 2% dari pengguna narkotika melalui suntikan meninggal dunia setiap tahunnya karena over dosis atau infeksi.
Jadi terlihat jelas bahwa semua obat terlarang ini lebih banyak mudaratnya (ruginya) dari pada manfaatnya, karena itu harus dijauhi oleh para remaja/pelajar.
E. Upaya pencegahan Narkotika
Moto bahwa, "Pencegahan lebih baik dari mengobati", akan benar-benar terbukti dalam kasus pemakaian obat-obat terlarang. Mereka yang sudah terjerumus sampai menimbulkan ketergantungan akan lebih sulit ditangani dan sukar diberikan pengarahan. Umumnya sukar untuk menghentikan pemakaian obat. Jalan satu-satunya adalah perawatan di RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) dengan diusahakan pengurangan dosis sedikit demi sedikit sampai akhirnya pemakaiannya berhenti sama sekali.
Tentunya biaya perawatan ini sangat mahal sekali. Dalam hal ini maka usaha pencegahan menjadi sangat penting sekali. Usaha pencegahan yang dikenal dengan "prevensi primer", yaitu pencegahan yang dilakukan pada saat penyalahgunaan belum terjadi. Usaha ini antara lain:
- Pembinaan kehidupan beragama, baik di sekolah, keluarga dan lingkungan.
- Adanya komunikasi yang harmonis antara remaja dengan orang tua dan guru serta lingkungannya.
- Selalu berperilaku positif dengan melakukan aktivitas fisik dalam penyaluran energi remaja yang tinggi seperti berolahraga.
- Perlunya pengembangan diri dengan berbagai program/hobi baik di sekolah maupun di rumah dan lingkungan sekitar.
- Mengetahui secara pasti gaya hidup sehat sehingga mampu menangkal pengaruh atau bujukan memakai obat terlarang.
- Saling menghargai sesama remaja (peer group) dan anggota keluarga.
- Penyelesaian berbagai masalah di kalangan remaja/pelajar secara positif dan konstruktif[4].
Dengan berbagai usaha tersebut semoga kalangan remaja/pelajar dapat terhindar dari penyalahgunaan obat terlarang. Masa remaja akan dapat dijalani dengan baik serta membuahkan masa dewasa yang sehat dan bertanggung jawab.
F. Terapi Penderita Ketergantungan Narkotika Opiata) Intoksikasi dan Overdosis
Intoksikasi adalah sebutan untuk seseorang yang baru saja mengkonsumsi narkotika dan zat adiktif lainnya sehingga memperlihatkan gangguan level fungsi kesadaran, koginisi, persepsi, afeksi, dan perilaku serta gangguan fungsi psikofisiologi dan responsnya. Istilah yang sering dikacaukan dengan pengertian intoksikasi adalah overdosis dan toksisitas. Keracunan merupakan keadaan gawat darurat secara umum yang mengakibatkan penderita dibawa ke dokter atau rumah sakit. Di beberapa negara, overdosis menjadi penyebab 10% penderita masuk ke dalam perawatan rumah sakit. Keadaan ini harus dipertimbangkan dalam diagnosa banding dengan penderia dalam keadaan koma. Beberapa jenis obat narkotika menampakkan gambaran yang mudah didiagnosa. Bagaimanapun, adanya pupil pint point, depresi pernapasan, dan muntah mengidikasikan adanya keracunan narkotika opiat.
Klasifikasi obat narkotika relatif tidak berubah, mulai dari yang natural seperti kokain dan ganja hingga yang hasil olahan dengan kualitas paling tinggi, yaitu heroin (putaw). Narkotika opiat merupakan sekelompok besar yang meliputi morfin, heroin, petidin, dan kodein. Para pecandunya seringkali tanpa sengaja dibuat tidak berdaya pada saat mereka salah menduga dosis kebutuhannya. Dengan dosis tertentu, morfin digunakan secara medis karena berfaedah bagi pengurangan rasa nyeri pasca operasi, rasa nyeri penderita kanker atau bagi tentara yang terkena luka tembak.
Umumnya, seorang dokter yang bekerja di unit gawat darurat dapat menemukan kasus (intoksikasi) berdasarkan gejala-gejala klinis tanpa lebih dahulu memastikan zat apa yang digunakan. Penting dipahami untuk menentukan diagnosis secara akurat. Beberapa hal dapat membantu, seperti tanda klinis pasien pada pemeriksaan fisik dan psikiatrik, juga pemeriksaan laboratorium untuk spesifisitas zat, yaitu melalui urine dan darah.[5]
b) Diagnosis Ketergantungan Narkotika
Diagnosis ketergantungan penderita opiat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis (medik psikiatrik) dan ditunjang dengan pemeriksaan urine. Pada penyalahgunaan narkotika jenis opiat, seringkali dijumpai komplikasi medis, misalnya kelainan pada organ paru-paru dan lever. Untuk mengetahui adanya komplikasi, dilakukan pemeriksaan fisik pada penderita oleh dokter ahli penyakit dalam, ditunjang oleh pemeriksaan X-ray thorax foto dan laboratorium untuk mengetahui fungsi lever (SGOT dan SGPT).
Banks A. dan Waller T. (1983) menyatakan bahwa edema paru akut merupakan komplikasi serius, terutama pada pecandu narkotika dosis tinggi (over dosis). Selanjutnya, komplikasi lainnya adalah hepatitis (4%). Komplikasi medis ini erat kaitannya dengan cara penggunaan narkotika tersebut, yaitu dengan dihirup (chasing dragon) melalui mulut atau hidung, heroin yang dipanasi di atas kertas alumunium foil, atau suntikan intravena. Khasiatnya terutama adalah analgetik (menghilangkan rasa nyeri) dan euforia (gembira). Pemakaian yang berulangkali dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan.
Penyalahgunaan narkotika merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik paling sedikit satu bulan lamanya. Opioida termasuk salah satu yang sering disalahgunakan manusia. Menurut ICD 10 (International Classification Diseases), berbagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat dikelompokkan dalam berbagai keadaan klinis, seperti intoksikasi akut, sindroma ketergantungan, sindroma putus zat, dan gangguan mental serta perilaku lainnya.
Sindroma putus obat adalah sekumpulan gejala klinis yang terjadi sebagai akibat menghentikan zat atau mengurangi dosis obat yang persisten digunakan sebelumnya. Keadaan putus heroin tidak begitu membahayakan. Di kalangan remaja disebut "sakau" dan untuk mengatasinya pecandu berusaha mendapatkan heroin walaupun dengan cara merugikan orang lain seperti melakukan tindakan kriminal.
Gejala objektif sindroma putus opioid, yaitu mual/muntah, nyeri otot lakrimasi, rinorea, dilatasi pupil, diare, menguap/sneezing, demam, dan insomnia. Untuk mengatasinya, diberikan simptomatik. Misalnya, untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi analgetik, untuk menghilangkan muntah diberi antiemetik, dan sebagainya. Pengobatan sindroma putus opioid harus diikuti dengan program terapi detoksifikasi dan terapi rumatan.
Kematian akibat overdosis disebabkan komplikasi medis berupa gangguan pernapasan, yaitu oedema paru akut (Banks dan Waller). Sementara, Mc Donald (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyalahgunaan narkotika mempunyai kaitan erat dengan kematian dan disabilitas yang diakibatkan oleh kecelakaan, bunuh diri, dan pembunuhan.
c) Program Pengobatan atau Terapi
Narkotika yang paling banyak disalahgunakan, khususnya di AS sejak 1991 adalah heroin dan putaw. Diperkirakan, 1,3% dari populasi pernah menggunakaannya minimal sekali. Di kalangan medis, putau dikenal sebagai heroin yang didapatkan secara semisintetik dari ipioida alamiah dan berasal dari derivat morfin. Opiat mempunyai khasiat analgetika, hipnotik, dan euforia. Penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang cukup serius serta perlu penanggulangan secara multidisipliner dan konsisten. Pecandu narkotika dapat mengalami berbagai dampak klinis yang merugikan diri sendiri seperti intoksikasi akut dan mendatangi instalasi gawat darurat. Penanganan pertama ditujukan terhadap keadaan gawat darurat, antara lain pada intoksikasi, overdosis, dan sindroma putus obat, yaitu dengan memperhatikan tanda-tanda vital.
Naloxone merupakan salah satu obat untuk melawan keracunan narkotika atau disebut opiat antagonis. Obat lain untuk melawan pengaruh morfin atau heroin adalah nalorphine, levallophan, cyclazocine, tetapi risikonya cukup berbahaya. Naloxone dapat membantu dengan cepat kalau diberikan dalam bentuk suntikan.
Pemberian dalam bentuk suntikan naloxone HCl (Narcan, Nokoba) yang dimulai dengan dosis 0,4 mg/dl, dapat memperbaiki keadaan gangguan pernapasan. Pemberian sebaiknya langsung masuk pembuluh darah balik atau intravena. Setelah disuntik, diperhatikan keadaan pernapasannya. Jika belum membaik, setelah diobservasi dalam 3--5 menit dapat diulangi lagi ditambah satu ampul lagi sampai efeknya tercapai dengan respons perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernapasan, dan dilatasi pupil.
d) Program terapi penyalahgunaan narkotika terdiri atas 2 fase, yaitu:
Terapi detoksifikasi
Terapi rumatan (pemeliharaan)
Kedua terapi di atas harus berkesinambungan, sebab terapi detoksifikasi saja bukan merupakan penyembuhan. Setelah penderita melewati fase kritisnya maka dia harus menghentikan ketergantungannya melalui program terapi di atas. Para pecandu narkotika jumlahnya semakin tahun semakin meningkat. Penyembuhan secara medis untuk para pecandu narkotika sering menimbulkan kondisi relaps, kambuh lagi. Pasien ketergantungan narkotika dimungkinkan menjalani detoksifiksi di rumahnya selama 5 hari berturut-turut. Selain itu, untuk penyembuhan membutuhkan terapi rumatan (pemeliharaan).
Khusus untuk ketergantungan opioida, diperlukan suatu program terapi khusus. Selain diberikan terapi obat, perlu dilakukan terapi sosial, terapi okupasional, atau terapi religius. Pendekatan holistik melibatkan tim profesional seperti dokter/psikiater, perawat, psikolog, tokoh agama, dan pekerja sosial akan memberikan hasil yang memuaskan.
BAB III
Putusan dan Pertimbangan Hakim Terhadap Penyalahgunaan Narkotika
di Pengadilan Negeri Yogyakarta
A. Putusan nomor: 28/PID.B/2011/PN.YK.
P U T U S A N
NOMOR : 28/PID.B/2011/PN.YK.
Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Pengadilan Negeri Yogyakarta yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan pada peradilan tingkat pertama,menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa:
Nama Lengkap : ANGGI KURNIAWAN
Tempat lahir : Yogyakata
Umur / tgl lahir : 21 tahun / 25 Juli 1989
Jenis Kelamin : Laki - laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Ledok Tukangan DN I I / 32 RT/RW14/03
Tegalpanggung, Danurejan ,Yogyakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Bahwa terdakwa ANGGI KURNIAWAN pada hari Kamis tangga l 5 Agustus 2010 sekira pukul 21.00 Wib atau sekitar waktu itu dalam bulan Agustus 2010 bertempat di Ledok Tukangan DN I I / 32 Rt /Rw 14/03 Kel .Tegal panggung Kec. Danurejan Yogyakarta atau setidak - tidaknya disuatu tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Yogyakarta , tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara , memiliki , menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.
Perbuatan tersebut di lakukan dengan cara dan keadaan sebagai berikut :
1. Bermula pada hari Rabu tanggal 4 Agustus 2010 sekira pukul 19.00 Wib di Satnarkoba Poltabes Yogyakarta mendapatkain formasi dari masyarakat tentangadanya penyalahgunaan Narkoba disekitar Jl .Mataram dan Jl .Abubakar Ali Danurejan Yogyakarta.
Bahwa setelah mendapatkan informasi te rsebut , saksi Aris Budi Wijayanto, saksi Tri Widiatmojo serta anggota Time yang lain menindak lanjuti informasi tersebut Bahwa setelah sampai di TKP yaitu Jl .Abubakar Ali Danurejan Yogyakarta sekira pukul 21.00 Wib saksi Aris Budi Wijayanto, saksi Tri Widiatmoko serta anggota Time yang lain melakukan penangkapan terhadap terdakwa Anggi Kurniawan, setelah dilakukan interogasi, terdakwa Anggi Kurniawan mengakui bahwa dirinya telah menggunakan Narkoba dan menyimpan Ganja serta Putaw di rumahnya di Ledok Tukangan DN II / 32 Rt /Rw 14/03 Kel .Tegal panggung Kec. Danurejan Yogyakarta.
2. Bahwa selanjutnya saksi Tri Widiatmoko, saksi Aris Budi Wijayanto dan anggota time yang lain menuju kerumah terdakwa Anggi Kurniawan di Ledok Tukangan DN II / 32 Rt /Rw 14/03 Kel .Tegl panggung Kec. Danurejan Yogyakarta dan pada hari Kamis tanggal 5 Agustus 2010 sekira pukul 01.00 Wib bertempat di Ledok Tukangan DN II / 32 Rt /Rw 14/03 Kel .Tegal panggung Kec. Danurejan Yogyakarta di temukan barang bukti 1(satu) bungkus kertas diduga berisi ganja adalah milik terdakwa Anggi Kurniawan ,1(satu) bungkus plastik klip yang diduga berisi putaw/heroin menurut pengakuan dari terdakwa Anggi Kurniawan adalah milik saksi Andry Saputra yang dititipkan pada terdakwa Anggi Kurniawan.
3. Bahwa terdakwa Anggi Kurniawan memiliki,menyimpan atau menguasai Narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman berupa Ganja tersebut dilakukan tanpa ijin dari Menteri Kesehatan atau Pejabat yang berwenang untuk itu.
Menimbang, bahwa atas Dakwaan tersebut terdakwa menerangkan te lah menger t i dan t i dak mengajukan kebera tan (eksepsi)
B. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UURI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Mahkamah Agung tersebut ;
Membaca tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum REG.PERK. PDM- 160 /YOGYA/12/2010 tertangga l 1 Maret 2011 yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa Anggi Kurniawan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Memiliki Narkotika Golongan 1 dalam bentuk tanaman dan menguasai atau menyimpan Narkotika Golongan 1 dalam bentuk bukan tanaman “ sesuai dalam dakwaan Kesatu Pasal 111 ayat (1) dan Kedua Pasal 112 ayat (1) UURI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anggi Kurniawan dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda Rp.800.000.000 ,
v subsidair 2 (dua) bulan kurungan dikurang selama terdakwa dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap di tahan
3. Menyatakan barang bukti berupa :
v 1 (satu ) bungkus kertas warna putih berisi Ganja berat 0,381 gram - 1 (satu ) bungkus plastik klip isi Heroin berat 0,258 gram Di rampas untuk Negara
v 1 (sa tu ) unit hand phone merk Samsung seri B3310 warna hitam, di rampas untuk dimusnahkan[6]
4. Menetapkan agar terdakwa, j i ka ternya ta dipersa lahkan dan di jatuhi pidana, supaya ia dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000, - (dua ribu rupiah ) Menimbang, bahwa atas tuntutan pidana tersebut , terdakwa telah mengajukan Pleidoi secara lisan yang pada pokoknya mohon hukuman yang seringan- ringannya dengan alasan terdakwa menyesali dan tidak akan mengulangi perbuatannya karenatidak mengerti apa yang di lakukan itu salah.
Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal yang didakwakan dalam dakwaan alternatif Kesatu dan Kedua telah terpenuhi , maka terbuktilah secara sah dan meyakinkan terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan Kesatu dan Kedua Pasal 111 ayat (1) dan pasal 112 ayat (1) UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menimbang, bahwa selama pemeriksaan dipersidangan, Hakim tidak menemukan adanya alasan pemaafataupun alasan pembenar yang dapat menghapuskan atau mengecualikan hukuman bagi terdakwa oleh karena itu terdakwa secara hukum harus dianggap mampu memper tanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan permin taan terdakwa dalam pledoinya secara lisan Majelis Hakim anggap bukanlah membantah dakwaan secara substantif , maka pembelaan itu dapat dipandang sebagai hal - hal yang dapat menjadi faktor yang mer ingankan hukuman bagi terdakwa.
Menimbang, bahwa oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa hukuman yang dijatuhkan dalam amar putusan dibawah ini telah seimbang dengan beratnya kejahatan dan telah sesuai dengan rasa keadilan. Menimbang, bahwa ten tang lamanya terdakwa berada dalam tahanan sementara sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hokum tetap , akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang di jatuhkan. Menimbang, bahwa karena terdakwa berada dalam tahanan, maka untuk effektinya putusan ini terdakwa harus diperintahkan agar tetap berada dalam tahanan sampai pidananya selesai Menimbang, bahwa tentang barang bukti dalam perkara ini berupa:
v 1 (satu ) bungkus kertas warna putih beris i Ganja berat 0,381 gram
v 1 (satu ) bungkus plastik klipis 1 Heroin berat 0,258 gram di rampas untuk Negara1(sa tu ) buah hand phone merk Samsung seri B3310 warna hitam, di rampas untuk dimusnahkan.
C. Pertimbangan Majlis Hakim dan Putusan Hukuman Terdakwa
Menimbang, bahwa karena terdakwa dinya takan bersalah dan dijatuhi pidana, maka terdakwa harus dihukum pula untuk membayar biaya perkara. Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa, terlebih dahulu Majelis Hakim akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan hukuman bagi terdakwa:
1. Hal - hal yang memberatkan :
v Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan Narkoba/obat - obatan terlarang .
2. Hal - hal yang meringankan :
a. Terdakwa merasa menyesal dan bersikap sopan dipersidangan
b. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya
c. Terdakwa belum pernah dihukum;
Menimbang, bahwa untuk mempers ingkat putusan in i maka segala sesuatu ter t uang dalam ber ita acara sidang adalah suatu kesatuan yang tidak terpisah dengan putusan ini. Mengingat dan memperhatikan ketentuan Pasal 111 ayat (1) UURI No.35 tahun 2009 UURI No.35 tahun 2009, UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHP dan ketentuan hukum lain berkaitan dengan perkara ini.
“M E N G A D I L I”
1. Menyatakan bahwa terdakwa Anggi Kurniawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Memiliki menyimpan dan menguasai Narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman dan dalam bentukbukan tanaman ”
2. Menjatuhkan Pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 4 (empat ) tahun, denda Rp.800.000.000 , (delapan ratus juta rupiah ) subsidair 2 (dua) bulan kurungan
3. Menetapkan bahwa lamanya Terdakwa dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang di jatuhkan
4. Menetapkan Terdakwa tetap dalam tahanan
5. Menetapkan barang bukti berupa :
v 1 (satu ) bungkus kertas warna putih berisi Ganja berat 0,381 gram ;
v 1 (satu ) bungkus plastik klip isi Heroin berat 0,258 gram
Di rampas untuk Negara:
v 1 (satu) unit Handphone merk Samsung seri B3310 warna hitam, di rampas untuk dimusnahkan[7]
6. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 2.000, - (dua ribu rupiah) Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada hari : Selasa , tangga l8 Maret 2011 yang dipimpin oleh Setyaningsih Wijaya,SH sebagai Hakim Ketua Majelis,Elfi Marzuni,SH,MH dan Risti Indrijani,SH masing- masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari itu juga,oleh Hakim Ketua Majelis tersebut dengan dihadiri oleh Hakim Anggota dengan dibantu oleh Rani Murni Widyastuti,SH Pani tera Pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut, dihadiri pula oleh Ana Muflikah,SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan Terdakwa.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Jumlah korban penyalahgunaan Narkotika ini semakin banyak, kebanyakan dari kalangan remaja yang tentunya masih duduk di bangku pendidikan diantaranya yaitu dikalangan pelajar SMP,SMA dan juga dikalangan Mahasiswa. Dikarenakan minimnya pengawasan dari orang tua dan pengawasan dari pihak-pihak tertentu sehingga terjadilah suatu perbuatan-perbuatan yang kiranya tidak di inginkan oleh orang tua sendiri.
Tindakan penyalahgunaan Narkotika tersebut bukan hanya tidak ada suatu pengawasan orang tua terhadap anaknya, akan tetapi bisa juga salahnya suatu pergaulan dikalangan para remaja tersebut sehingga terjerumuslah dari suatu perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan dampaknya juga tidak baik bagi korbanya dari segi psikologi,kesehatan bagi penggunanya dan dikarenakan korban tersebut bisa overdosis dan ketergantungan.
A. Usaha pencegahan yang dikenal dengan "prevensi primer", yaitu pencegahan yang dilakukan pada saat penyalahgunaan belum terjadi. Usaha ini antara lain:
v Pembinaan kehidupan beragama, baik di sekolah, keluarga dan lingkungan.
v Adanya komunikasi yang harmonis antara remaja dengan orang tua dan guru serta lingkungannya.
v Selalu berperilaku positif dengan melakukan aktivitas fisik dalam penyaluran energi remaja yang tinggi seperti berolahraga.
v Perlunya pengembangan diri dengan berbagai program/hobi baik di sekolah maupun di rumah dan lingkungan sekitar.
v Mengetahui secara pasti gaya hidup sehat sehingga mampu menangkal pengaruh atau bujukan memakai obat terlarang.
v Saling menghargai sesama remaja (peer group) dan anggota keluarga.
v Penyelesaian berbagai masalah di kalangan remaja/pelajar secara positif dan konstruktif.
B. Memberikan pengobatan bagi seseorang yang ketergantungan dengan Narkotika yaitu dengan cara:
v Terapi
v Merehabilitasi para pecandu
v Menjauhkan barang tersebut terhadap pecandu dll.
C. Memberikan aturan yang tegas tentang Narkotika tersebut dengan cara:
v Memberikan hukuman kepada para pengedar Narkotika
v Memberikan hukuman kepada Bandar dan kepada orang yang memproduksi ataupun menyediakan barang tersebut untuk disalahgunakan
v Memberikan sanksi kepada para pengguna dll.
DAFTAR PUSTAKA
– Hawari, D. Terapi Detoksifikasi dan Rehabilitasi Mutakhir Pasien NAZA, edisi ke-3, UI Press, Jakarta, 2000
– Husin A.B. Gawat Darurat Narkoba, Simposium Berkala Gawat Darurat Rumah Sakit, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, 10 Juni 2001
– Latif V. Cyclobarbital dan Kematian Aldi, Harian Pikiran Rakyat, 25 Pebruari 1994, Bandung, hal 7
– Loetan F, NAZA Menunjang Keperkasaan Semu, Majalah MATRA No. 159, Oktober 1999 hal 88-89
– Subarnas A. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan Remaja, Harian Pikiran Rakyat Kamis, 4 Agustus 1994, Bandung
– Sukmana N, Djauzi S, Protokol Penanganan Overdosis Opiat di IGD, FKUI, RSCM, Jakarta
– Sumarli Kandou, J.E., Penyalahgunaan Ecstasy dan Puatw, Rumah Sakit Metropolitan Medical centre, Majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 123, Jakarta, 1999 hal 35-38
– Undang- Undang Narkotika Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997)
[2] UU Narkotika No. 22 Tahun 1997 dan UU Psikotropika No. 5 Tahun 1997.
[3] Husin A.B. Gawat Darurat Narkoba, Simposium Berkala Gawat Darurat Rumah Sakit, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, 10 Juni 2001
[4] Subarnas A. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan Remaja, Harian Pikiran Rakyat Kamis, 4 Agustus 1994, Bandung
[5] Hawari, D. Terapi Detoksifikasi dan Rehabilitasi Mutakhir Pasien NAZA, edisi ke-3, UI Press, Jakarta, 2000
[6] Penuntut Umum tanggal 02 Desember 2010, Nomor :1254/0 .4 .10 /Ep .2 /12 /2010 sejak tangga l : 02 Desember 2010 sampai dengan tangga l 21 Desember 2010
[7] Hakim Pengadilan Negeri tanggal 12 Januari 2011 N0: 28/PPN/ I / 2011 /PN.YK sejak tanggal 12 Januari 2011 sampai dengan 10 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar