Jumat, 08 Maret 2013

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN KETENTUAN MENGENAI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA



TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN KETENTUAN
MENGENAI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
A.  Tindak Pidana Pencucian Uang Secara Umum
1.  Pengertian Pencucian Uang
Pada saat ini, lebih dari sebelumnya, pencucian uang atau yang dalam istilah  bahasa Inggrisnya disebut  money laundering, sudah merupakan fenomena dunia dan  merupakan tantangan bagi dunia internasional. Walau pun begitu, tetap tidak ada  definisi yang berlaku universal dan komprehensif mengenai apa yang disebut dengan  pencucian uang atau  money  laundering. Pihak penuntut dan lembaga penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan perusahaan,  institusi -institusi, organisasi -organisasi, negara-negara yang sudah maju, dan negara-negara dari dunia ketiga, maupun para ahli masing-masing mempunyai definisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda- beda. Adapun beberapa definisi yang ada mengenai pencucian uang antara lain:

a.         Term used describe investment or other transfer of money flowing from racket  steering, drugs transaction, and other illegal sources into legitimate channels  so that original sources cannot be traced.
b.         to exchange or to invest money in such a way as to conceal that it come from illegal or improper sources.
c.         Sarah N. Welling mengemukakan bahwa:
“Money laundering is the process by which one conceals the existence, illegal sources, or illegal application of come, and than disguises that income to make it appear legitimate“.
d.         David Fraser mengemukakan bahwa:
“money laundering is quite simply the process through which “dirty” money (proceeds of crime), is washed through “clean” or legitimate sources and enterprises so that the “bad guys” may more safely enjoy their ill’gotten gains”.
e.         Pamela H. Bucy mengemukakan bahwa:
“money laundering is the concealment of the  existence, nature or illegal source of illicit funds in such manner that the fund will appear legitimate if discovered”.
Dari beberapa definisi dan penjelasan mengenai apa yang dimaksudkan dengan money laundering  adalah tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menyamarkan uang  hasil tindak pidana sehingga seolah-olah dihasilkan secara halal. Atau untuk pengertian lebih jelasnya,  money laundering  adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang dihasilkan dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal -usul uang tersebut dari pihak berwenang dengan cara memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga kemudian uang tersebut dapat dikeluarkan dari sistem keuangan tersebut sebagai uang halal.
2.  Sejarah Pencucian Uang
`Masalah pencucian uang atau  money laundering  sebenarnya telah lama dikenal, yaitu semenjak tahun 1930. Munculnya istilah tersebut erat kaitannya dengan perusahan laundry (pencucian pakaian). Perusahaan ini dibeli oleh para mafia dan kriminal di Amerika Serikat dengan dana yang mereka peroleh dari kejahatannya. Selanjutnya perusahaan  laundry  ini mereka pergunakan untuk menyembunyikan uang yang mereka hasilkan dari hasil kejahatan dan transaksi ilegal sehingga tampak seolah-olah berasal dari sumber yang halal.
Berkenaan dengan sejarah istilah  money laundering,  Jeffry Robinson mengemukakan sebagai berikut:
“ The lifeblood of drug dealers, fraudsters, smugglers, kidnappers, arms dealers, terrorist, extortionist, and tax evaders, myth has it that the term was coined by Al Capone, who, like his arc rival George ‘Bugs’ Moran, used a string of coin operated Laundromats scatted around Chicago to disguise his revenue from gambling, prostitution, racketeering and violation of the Prohibition laws.”
Walaupun tampak meyakinkan, akan tetapi sebenarnya sampai saat ini tidak ada yang dapat memastikan kebenaran dari cerita di atas. “Pencucian uang” atau  “money laundering”  sebagai sebutan sebenarnya belum lama dipakai. Penggunaan istilah “money laundering” pertama kali dipergunakan di surat kabar dikaitkan dengan pemberitaan skandal  Watergate  di Amerika Serikat pada tahun 1973. Sedangkan penggunaan istilah tersebut dalam  konteks pengadilan atau hukum muncul untuk  pertama kalinya pada tahun 1982 dalam perkara US vs $4,255,625.39(82) 551 F Supp.314. Sejak saat itu, istilah tersebut telah diterima dan dipergunakan secara luas di seluruh dunia.
3.  Faktor-Faktor Pendorong Maraknya Pencucian Uang
Kemajuan dan perkembangan teknologi yang telah tercapai memang telah mempermudah kehidupan manusia. Kemajuan teknologi di satu pihak telah membawa banyak dampak positif bagi pembangunan, namun di lain pihak kemajuan yang telah tercapai juga mengakibatkan munculnya berbagai masalah dan akibat negatif yang merugikan. Kemajuan justru seringkali menjadi lahan yang “subur” bagi berkembangnya kejahatan, khususnya kejahatan kerah putih atau  white collar crime. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang komunikasi, permesinan, dan transportasi mempunyai dampak pada modus operandi suatu kejahatan.
Pada saat ini, banyak tindak pidana dan kejahatan yang sudah dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, sehingga semakin sukar pengungkapannya. Perkembangan teknologi yang semakin canggih dan harganya yang terjangkau seringkali dipergunakan sebagai alat bantu melakukan kejahatan. Modus operandi kejahatan seperti ini, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai status sosial menengah ke atas dalam masyarakat, bersikap tenang, simpatik serta terpelajar. Dengan mempergunakan kemampuan, kecerdasan, kedudukan serta kekuasaannya, seorang pelaku tindak pidana dapat meraup dana yang sangat besar untuk keperluan pribadi atau kelompoknya saja. Modus kejahatan inilah yang dikenal dengan kejahatan kerah putih atau  white collar crime.
Dewasa ini, kejahatan kerah putih sudah mencapai taraf yang sangat membahayakan. Kejahatan yang dilakukan pun sudah tidak lagi mengenal batas-batas negara (transnasional).  Bentuk kejahatannya pun semakin canggih dan sangat terorganisasi sehingga sangat sulit dideteksi oleh para penegak hukum. Para pelaku kejahatan ini selalu berusaha untuk menyelamatkan uang hasil kejahatannya dengan berbagai cara, dan salah satunya adalah melalui pencucian uang. Salah satu sasaran pokok pencucian uang ini adalah dengan melalui industri keuangan, khususnya perbankan.
Industri perbankan merupakan sarana efektif untuk dijadikan sumber pencucian uang dan juga sebagai mata rantai nasional dan internasional dalam proses pencucian uang. Hal ini disebabkan sarana perbankan cukup banyak menawarkan jasa-jasa dan instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat menyembunyikan atau menyamarkan asal -usul suatu dana. Keadaan demikian ada yang memang telah dikondisikan oleh undang-undang suatu negara, seperti halnya yang dianut Swiss, Austria, Karibia, negara-negara Amerika Latin dan negara- negara Asia Timur dengan perbankan yang berskala internasional.
 Praktek pencucian uang adalah merupakan salah satu kejahatan yang cepat berkembang, hal ini dikarenakan begitu banyaknya faktor-faktor yang menjadi pendorong maraknya perkembangan kegiatan pencucian uang di berbagai negara. Prof. Dr. St. Remy Sjahdeini, SH. mengungkapkan sedikitnya ada sembilan faktor pendorong, yaitu:
a.       Faktor pertama adalah globalisasi. Dalam hal ini terjadinya globalisasi memang mengakibatkan para pelaku pencucian uang dapat memanfaatkan sistem financial dan perbankan internasional untuk melakukan kegiatannya.
b.      Faktor kedua adalah cepatnya perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi ini  ungkin dapat dikatakan sebagai faktor yang paling mendorong berkembangnya pencucian uang. Perkembangan teknologi informasi seperti internet misalnya, dapat mengakibatkan hilangnya batas-batas antar negara.
c.       Yang ketiga adalah mengenai ketentuan kerahasiaan bank. Ketentuan ini mengakibatkan kesulitan bagi pihak berwenang untuk menyelidiki suatu rekening yang mereka curigai dimiliki oleh atau dengan cara yang ilegal.
d.      Faktor  keempat adalah dimungkinkannya oleh ketentuan perbankan di suatu negara untuk seseorang dapat menyimpan dana di suatu bank dengan nama samaran atau tanpa nama atau anonim.
e.       Faktor kelima adalah munculnya jenis uang baru yaitu  electronic money  atau E-money,  yaitu sehubungan dengan maraknya  electronic commerce  atau  e-commerce  melalui internet. Kegiatan pencucian uang yang dilakukan melalui jaringan internet ini biasa disebut sebagai cyber-laundering.
f.       Faktor keenam adalah karena dimungkinkannya praktek pencucian uang dengan cara yang disebut  layering  atau pelapisan. Dengan cara ini, pihak yang menyimpan dana di bank bukanlah pemilik sesungguhnya dari dana itu. Deposan tersebut hanyalah bertindak sebagai kuasa atau pelaksana amanah dari pihak lain yang menugasinya untuk mendepositokan uang tersebut di sebuah bank.
g.      Faktor ketujuh, karena berlakunya ketentuan hukum berkenaan dengan kerahasiaan hubungan antara  lawyer  dengan kliennya, dan antara akuntan dengan kliennya.
h.      Faktor kedelapan adalah karena seringkali pemerintah yang bersangkutan tidak bersungguh-sungguh untuk memberantas praktek pencucian uang yang dilakukan melalui sistem perbankan negara tersebut.
i.        Faktor kesembilan adalah karena tidak adanya dikriminalisasi perbuatan pencucian uang di sebuah negara. Dengan kata lain, negara yang bersangkutan tidak memiliki undang-undang tentang pencucian uang yang menentukan perbuatan pencucian uang sebagai tindak pidana.
Diluar sembilan faktor sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Dr. St. Remy Sjahdeini di atas, sebenarnya masih terdapat faktor-faktor lain yang mendorong maraknya praktek tindak pidana pencucian uang. Akan tetapi setidaknya dari sembilan faktor di atas, dapat kita cermati beberapa hal yang harus kita hadapi jika kita ingin melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap kegiatan pencucian uang.
4.  Tahapan Dan Teknik Pencucian Uang
Praktek pencucian uang merupakan tindak pidana yang amat sulit dibuktikan. Hal ini dikarenakan kegiatannya yang amat kompleks dan beragam, akan tetapi para pakar telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang ini ke dalam tiga tahap yang masing-masing berdiri sendiri tetapi seringkali juga dilakukan secara bersama- sama yaitu placement, layering dan integration.
a.       Tahap Placement
Placement  diartikan sebagai upaya untuk menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan, misalnya dengan mendepositokan uang tersebut ke dalam sistem keuangan atau perbankan.  Dengan cara ini uang tersebut akan ditempatkan dalam suatu bank dan kemudian uang tersebut akan masuk ke dalam sistem keuangan negara bersangkutan. Jadi misalnya melalui penyeludupan, ada penempatan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, menggabungkan uang yang didapat dari tindak pidana dengan uang yang diperoleh secara halal. Variasi lain dari tahap placement  ini misalnya dengan menempatkan uang giral ke dalam deposito bank, ke dalam saham, atau menkonversi dan mentransfer uang tersebut ke dalam valuta asing.
b.      Tahap Layering
Layering  diartikan sebagai pelapisan atau memisahkan hasil kejahatan dari sumbernya, yaitu aktivitas kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber dana haram tersebut. Berbagai cara dapat dilakukan dalam tahap ini yang tujuannya adalah untuk menghilangkan jejak, baik ciri-ciri asli atau asal -usul uang tersebut. Misalnya dengan melakukan transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya atau dari satu negara ke negara lainnya dan dapat dilakukan berkali-kali, memecah-mecah jumlah dananya yang tersimpan di bank, pembukaan sebanyak mungkin rekening perusahaan-perusahaan fiktif dengan  memanfaatkan ketentuan rahasia bank, dan cara lainnya. Seringkali terjadi bahwa si penyimpan dana di suatu rekening justru bukanlah pemilik sebenarnya dan si penyimpan dana tersebut sudah merupakan lapis- lapis yang jauh, karena sudah diupayakan berkali -kali simpan- menyimpan sebelumnya.
c.        Tahap Integration
Adapun tahap integration  yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai “legitimate explanation” bagi hasil kejahatan. Disini uang hasil kejahatan yang telah melalui tahap  placement  maupun  layering  dialihkan atau digunakan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan yang menjadi sumber uang tersebut. Pada tahap integration  ini, uang yang telah diputihkan dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan ketentuan hukum.
5. Metode Praktek Pencucian Uang
Terdapat bermacam- macam cara dalam melakukan kegiatan pencucian uang. Seorang pelaku pencucian uang dapat memilih cara secara  loan back, yakni dengan meminjam uangnya sendiri, menggunakan transaksi dagang internasional, penyeludupan uang tunai, perdagangan saham, investasi tertentu, electronic transfer, dan beragam cara lainnya. Apapun cara yang digunakan, semuanya memiliki satu tujuan yaitu untuk meyamarkan uang hasil kejahatan mereka, sehingga tampak halal dan tidak dapat dilacak oleh pihak berwenang.
Walaupun terdapat bermacam- macam cara dalam melakukan praktek pencucian uang, namun secara metodiknya dapat dikenal tiga metode yaitu metode  buy and sell conversions, metode  offshores conversion schemes, dan metode  legitimate business convertions schemes.
Metode  buy and sell conversions  dilakukan melalui jual beli barang dan jasa. Sebagai contoh adalah  real estate  atau aset lainnya yang dapat dibeli dan dijual kepada co-conspirator  yang menyetujui untuk membeli atau membeli dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang sebenarnya dengan tujuan untuk memperoleh  fees  atau  discount. Kelebihan harga dibayar dengan menggunakan uang atau dana ilegal dan kemudian dicuci melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset, baik barang atau jasa dapat diubah seolah-olah menjadi hasil yang legal dan halal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.
Dalam metode offshores conversion  uang atau dana hasil  kejahatan dialihkan ke wilayah yang merupakan tax heaven money laundering centers  dan kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan yang ada di wilayah tersebut.  Dana tersebut lalu digunakan antara lain untuk membeli aset atau melakukan investasi. Di wilayah atau negara yang merupakan  tax heaven  terdapat kecenderungan hukum perpajakan yang lebih longgar, ketentuan kerahasiaan bank yang cukup ketat dan prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga memungkinkan adanya perlindungan bagi kerahasiaan suatu transaksi bisnis, pembentukan dan kegiatan usaha, maupun badan usaha lainnya. Kerahasiaan ini memberikan ruang gerak yang leluasa bagi pergerakan dana melalui berbagai pusat keuangan di dunia yang kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku pencucian uang untuk melakukan kegiatan mereka.
Metode yang ketiga yaitu  legitimate business conversion  dipraktekkan melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan hasil kejahatan. Dalam hal ini hasil kejahatan dikonversikan melalui transfer, cek, atau instrument pembayaran lainnya yang kemudian disimpan dalam rekening bank atau ditarik atau ditransfer lebih lanjut ke rekening bank lainnya. Penggunaan metode ini memungkinkan pelaku kejahatan untuk menjalankan usaha atau bekerjasama dengan mitra bisnisnya dan menggunakan rekening perusahaan yang bersangkutan sebagai tempat penampungan untuk hasil kejahatan yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian tiga metode pencucian uang di atas maka dapat dilihat bahwa tiap transaksi yang dilakukan baik oleh pribadi atau perusahaan, setiap bentuk kegiatan usaha maupun rekening yang terdapat di bank-bank dapat dipergunakan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan pencucian uang.
6.  Dampak Dan Kerugian Pencucian Uang
Praktek pencucian uang atau  money  laundering  memang tidak secara langsung merugikan orang atau perusahaan tertentu.  Secara sepintas bahkan praktek ini tampak tidak menimbulkan korban. Praktek pencucian uang berbeda dengan tindak pidana lain seperti pembunuhan, perampokan atau pencurian yang menimbulkan kerugian langsung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar