TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN KETENTUAN
MENGENAI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
A. Tindak Pidana Pencucian
Uang Secara Umum
1. Pengertian Pencucian Uang
Pada saat ini, lebih dari sebelumnya, pencucian uang atau yang
dalam istilah bahasa Inggrisnya
disebut money laundering, sudah
merupakan fenomena dunia dan merupakan
tantangan bagi dunia internasional. Walau pun begitu, tetap tidak ada definisi yang berlaku universal dan
komprehensif mengenai apa yang disebut dengan pencucian uang atau money
laundering. Pihak penuntut dan lembaga penyidikan kejahatan, kalangan
pengusaha dan perusahaan, institusi
-institusi, organisasi -organisasi, negara-negara yang sudah maju, dan
negara-negara dari dunia ketiga, maupun para ahli masing-masing mempunyai
definisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda- beda.
Adapun beberapa definisi yang ada mengenai pencucian uang antara lain:
a.
Term used describe investment or other transfer of money flowing
from racket steering, drugs transaction,
and other illegal sources into legitimate channels so that original sources cannot be traced.
b.
to
exchange or to invest money in such a way as to conceal that it come from
illegal or improper sources.
c.
Sarah
N. Welling mengemukakan bahwa:
“Money
laundering is the process by which one conceals the existence, illegal sources,
or illegal application of come, and than disguises that income to make it
appear legitimate“.
d.
David Fraser mengemukakan bahwa:
“money
laundering is quite simply the process through which “dirty” money (proceeds of
crime), is washed through “clean” or legitimate sources and enterprises so that
the “bad guys” may more safely enjoy their ill’gotten gains”.
e.
Pamela
H. Bucy mengemukakan bahwa:
“money
laundering is the concealment of the
existence, nature or illegal source of illicit funds in such manner that
the fund will appear legitimate if discovered”.
Dari beberapa definisi dan penjelasan mengenai apa yang dimaksudkan
dengan money laundering adalah
tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menyamarkan uang hasil tindak pidana sehingga seolah-olah
dihasilkan secara halal. Atau untuk pengertian lebih jelasnya, money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan
proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu
uang yang dihasilkan dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal -usul uang tersebut dari pihak berwenang dengan cara
memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga
kemudian uang tersebut dapat dikeluarkan dari sistem keuangan tersebut sebagai
uang halal.
2. Sejarah Pencucian Uang
`Masalah pencucian uang atau
money laundering sebenarnya telah
lama dikenal, yaitu semenjak tahun 1930. Munculnya istilah tersebut erat
kaitannya dengan perusahan laundry (pencucian pakaian). Perusahaan ini dibeli
oleh para mafia dan kriminal di Amerika Serikat dengan dana yang mereka peroleh
dari kejahatannya. Selanjutnya perusahaan
laundry ini mereka pergunakan
untuk menyembunyikan uang yang mereka hasilkan dari hasil kejahatan dan
transaksi ilegal sehingga tampak seolah-olah berasal dari sumber yang halal.
Berkenaan dengan sejarah istilah
money laundering, Jeffry Robinson
mengemukakan sebagai berikut:
“ The lifeblood of drug dealers, fraudsters, smugglers, kidnappers,
arms dealers, terrorist, extortionist, and tax evaders, myth has it that the
term was coined by Al Capone, who, like his arc rival George ‘Bugs’ Moran, used
a string of coin operated Laundromats scatted around Chicago to disguise his
revenue from gambling, prostitution, racketeering and violation of the
Prohibition laws.”
Walaupun tampak meyakinkan, akan tetapi sebenarnya sampai saat ini
tidak ada yang dapat memastikan kebenaran dari cerita di atas. “Pencucian uang”
atau “money laundering” sebagai sebutan sebenarnya belum lama
dipakai. Penggunaan istilah “money laundering” pertama kali dipergunakan di surat
kabar dikaitkan dengan pemberitaan skandal
Watergate di Amerika Serikat pada
tahun 1973. Sedangkan penggunaan istilah tersebut dalam konteks pengadilan atau hukum muncul untuk pertama kalinya pada tahun 1982 dalam perkara
US vs $4,255,625.39(82) 551 F Supp.314. Sejak saat itu, istilah tersebut telah
diterima dan dipergunakan secara luas di seluruh dunia.
3. Faktor-Faktor Pendorong
Maraknya Pencucian Uang
Kemajuan dan perkembangan teknologi yang telah tercapai memang
telah mempermudah kehidupan manusia. Kemajuan teknologi di satu pihak telah
membawa banyak dampak positif bagi pembangunan, namun di lain pihak kemajuan
yang telah tercapai juga mengakibatkan munculnya berbagai masalah dan akibat
negatif yang merugikan. Kemajuan justru seringkali menjadi lahan yang “subur”
bagi berkembangnya kejahatan, khususnya kejahatan kerah putih atau white collar crime. Pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang komunikasi, permesinan, dan
transportasi mempunyai dampak pada modus operandi suatu kejahatan.
Pada saat ini, banyak tindak pidana dan kejahatan yang sudah
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, sehingga semakin sukar
pengungkapannya. Perkembangan teknologi yang semakin canggih dan harganya yang
terjangkau seringkali dipergunakan sebagai alat bantu melakukan kejahatan.
Modus operandi kejahatan seperti ini, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang
yang mempunyai status sosial menengah ke atas dalam masyarakat, bersikap
tenang, simpatik serta terpelajar. Dengan mempergunakan kemampuan, kecerdasan,
kedudukan serta kekuasaannya, seorang pelaku tindak pidana dapat meraup dana
yang sangat besar untuk keperluan pribadi atau kelompoknya saja. Modus
kejahatan inilah yang dikenal dengan kejahatan kerah putih atau white collar crime.
Dewasa ini, kejahatan kerah putih sudah mencapai taraf yang sangat
membahayakan. Kejahatan yang dilakukan pun sudah tidak lagi mengenal
batas-batas negara (transnasional).
Bentuk kejahatannya pun semakin canggih dan sangat terorganisasi
sehingga sangat sulit dideteksi oleh para penegak hukum. Para pelaku kejahatan
ini selalu berusaha untuk menyelamatkan uang hasil kejahatannya dengan berbagai
cara, dan salah satunya adalah melalui pencucian uang. Salah satu sasaran pokok
pencucian uang ini adalah dengan melalui industri keuangan, khususnya
perbankan.
Industri perbankan merupakan sarana efektif untuk dijadikan sumber
pencucian uang dan juga sebagai mata rantai nasional dan internasional dalam
proses pencucian uang. Hal ini disebabkan sarana perbankan cukup banyak
menawarkan jasa-jasa dan instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat
menyembunyikan atau menyamarkan asal -usul suatu dana. Keadaan demikian ada
yang memang telah dikondisikan oleh undang-undang suatu negara, seperti halnya
yang dianut Swiss, Austria, Karibia, negara-negara Amerika Latin dan negara-
negara Asia Timur dengan perbankan yang berskala internasional.
Praktek pencucian uang
adalah merupakan salah satu kejahatan yang cepat berkembang, hal ini
dikarenakan begitu banyaknya faktor-faktor yang menjadi pendorong maraknya
perkembangan kegiatan pencucian uang di berbagai negara. Prof. Dr. St. Remy
Sjahdeini, SH. mengungkapkan sedikitnya ada sembilan faktor pendorong, yaitu:
a.
Faktor
pertama adalah globalisasi. Dalam hal ini terjadinya globalisasi memang
mengakibatkan para pelaku pencucian uang dapat memanfaatkan sistem financial
dan perbankan internasional untuk melakukan kegiatannya.
b.
Faktor
kedua adalah cepatnya perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi ini ungkin dapat dikatakan sebagai faktor yang
paling mendorong berkembangnya pencucian uang. Perkembangan teknologi informasi
seperti internet misalnya, dapat mengakibatkan hilangnya batas-batas antar
negara.
c.
Yang
ketiga adalah mengenai ketentuan kerahasiaan bank. Ketentuan ini mengakibatkan kesulitan
bagi pihak berwenang untuk menyelidiki suatu rekening yang mereka curigai
dimiliki oleh atau dengan cara yang ilegal.
d.
Faktor keempat adalah dimungkinkannya oleh ketentuan
perbankan di suatu negara untuk seseorang dapat menyimpan dana di suatu bank
dengan nama samaran atau tanpa nama atau anonim.
e.
Faktor
kelima adalah munculnya jenis uang baru yaitu
electronic money atau
E-money, yaitu sehubungan dengan
maraknya electronic commerce atau
e-commerce melalui internet.
Kegiatan pencucian uang yang dilakukan melalui jaringan internet ini biasa
disebut sebagai cyber-laundering.
f.
Faktor
keenam adalah karena dimungkinkannya praktek pencucian uang dengan cara yang
disebut layering atau pelapisan. Dengan cara ini, pihak yang
menyimpan dana di bank bukanlah pemilik sesungguhnya dari dana itu. Deposan
tersebut hanyalah bertindak sebagai kuasa atau pelaksana amanah dari pihak lain
yang menugasinya untuk mendepositokan uang tersebut di sebuah bank.
g.
Faktor
ketujuh, karena berlakunya ketentuan hukum berkenaan dengan kerahasiaan
hubungan antara lawyer dengan kliennya, dan antara akuntan dengan
kliennya.
h.
Faktor
kedelapan adalah karena seringkali pemerintah yang bersangkutan tidak
bersungguh-sungguh untuk memberantas praktek pencucian uang yang dilakukan melalui
sistem perbankan negara tersebut.
i.
Faktor
kesembilan adalah karena tidak adanya dikriminalisasi perbuatan pencucian uang
di sebuah negara. Dengan kata lain, negara yang bersangkutan tidak memiliki
undang-undang tentang pencucian uang yang menentukan perbuatan pencucian uang
sebagai tindak pidana.
Diluar sembilan faktor sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Dr.
St. Remy Sjahdeini di atas, sebenarnya masih terdapat faktor-faktor lain yang
mendorong maraknya praktek tindak pidana pencucian uang. Akan tetapi setidaknya
dari sembilan faktor di atas, dapat kita cermati beberapa hal yang harus kita
hadapi jika kita ingin melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap kegiatan
pencucian uang.
4. Tahapan Dan Teknik
Pencucian Uang
Praktek pencucian uang merupakan tindak pidana yang amat sulit
dibuktikan. Hal ini dikarenakan kegiatannya yang amat kompleks dan beragam,
akan tetapi para pakar telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang ini
ke dalam tiga tahap yang masing-masing berdiri sendiri tetapi seringkali juga
dilakukan secara bersama- sama yaitu placement, layering dan integration.
a.
Tahap
Placement
Placement diartikan sebagai upaya untuk menempatkan
dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan, misalnya dengan
mendepositokan uang tersebut ke dalam sistem keuangan atau perbankan. Dengan cara ini uang tersebut akan
ditempatkan dalam suatu bank dan kemudian uang tersebut akan masuk ke dalam
sistem keuangan negara bersangkutan. Jadi misalnya melalui penyeludupan, ada
penempatan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, menggabungkan uang yang
didapat dari tindak pidana dengan uang yang diperoleh secara halal. Variasi
lain dari tahap placement ini
misalnya dengan menempatkan uang giral ke dalam deposito bank, ke dalam saham,
atau menkonversi dan mentransfer uang tersebut ke dalam valuta asing.
b.
Tahap
Layering
Layering diartikan sebagai pelapisan atau memisahkan
hasil kejahatan dari sumbernya, yaitu aktivitas kejahatan yang terkait melalui
beberapa tahapan transaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan
dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement
ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain
untuk menyamarkan atau mengelabui sumber dana haram tersebut. Berbagai cara
dapat dilakukan dalam tahap ini yang tujuannya adalah untuk menghilangkan
jejak, baik ciri-ciri asli atau asal -usul uang tersebut. Misalnya dengan
melakukan transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnya atau dari satu
negara ke negara lainnya dan dapat dilakukan berkali-kali, memecah-mecah jumlah
dananya yang tersimpan di bank, pembukaan sebanyak mungkin rekening
perusahaan-perusahaan fiktif dengan
memanfaatkan ketentuan rahasia bank, dan cara lainnya. Seringkali
terjadi bahwa si penyimpan dana di suatu rekening justru bukanlah pemilik
sebenarnya dan si penyimpan dana tersebut sudah merupakan lapis- lapis yang
jauh, karena sudah diupayakan berkali -kali simpan- menyimpan sebelumnya.
c.
Tahap Integration
Adapun tahap integration
yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai “legitimate
explanation” bagi hasil kejahatan. Disini uang hasil kejahatan yang telah
melalui tahap placement maupun layering
dialihkan atau digunakan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga
tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan yang menjadi
sumber uang tersebut. Pada tahap integration ini, uang yang telah diputihkan dimasukkan
kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan ketentuan hukum.
5. Metode Praktek Pencucian Uang
Terdapat bermacam- macam cara dalam melakukan kegiatan pencucian
uang. Seorang pelaku pencucian uang dapat memilih cara secara loan back, yakni dengan meminjam
uangnya sendiri, menggunakan transaksi dagang internasional, penyeludupan uang
tunai, perdagangan saham, investasi tertentu, electronic transfer, dan
beragam cara lainnya. Apapun cara yang digunakan, semuanya memiliki satu tujuan
yaitu untuk meyamarkan uang hasil kejahatan mereka, sehingga tampak halal dan
tidak dapat dilacak oleh pihak berwenang.
Walaupun terdapat bermacam- macam cara dalam melakukan praktek
pencucian uang, namun secara metodiknya dapat dikenal tiga metode yaitu
metode buy and sell conversions,
metode offshores conversion schemes,
dan metode legitimate business
convertions schemes.
Metode buy and sell
conversions dilakukan melalui jual
beli barang dan jasa. Sebagai contoh adalah
real estate atau aset
lainnya yang dapat dibeli dan dijual kepada co-conspirator yang menyetujui untuk membeli atau membeli
dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang sebenarnya dengan tujuan untuk
memperoleh fees atau discount.
Kelebihan harga dibayar dengan menggunakan uang atau dana ilegal dan kemudian
dicuci melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset, baik barang atau
jasa dapat diubah seolah-olah menjadi hasil yang legal dan halal melalui
rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.
Dalam metode offshores conversion uang atau dana hasil kejahatan dialihkan ke wilayah yang merupakan
tax heaven money laundering centers
dan kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan yang ada di wilayah
tersebut. Dana tersebut lalu digunakan
antara lain untuk membeli aset atau melakukan investasi. Di wilayah atau negara
yang merupakan tax heaven terdapat kecenderungan hukum perpajakan yang lebih
longgar, ketentuan kerahasiaan bank yang cukup ketat dan prosedur bisnis yang
sangat mudah sehingga memungkinkan adanya perlindungan bagi kerahasiaan suatu
transaksi bisnis, pembentukan dan kegiatan usaha, maupun badan usaha lainnya.
Kerahasiaan ini memberikan ruang gerak yang leluasa bagi pergerakan dana
melalui berbagai pusat keuangan di dunia yang kemudian dimanfaatkan oleh para
pelaku pencucian uang untuk melakukan kegiatan mereka.
Metode yang ketiga yaitu legitimate
business conversion dipraktekkan
melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk memindahkan
dan memanfaatkan hasil kejahatan. Dalam hal ini hasil kejahatan dikonversikan
melalui transfer, cek, atau instrument pembayaran lainnya yang kemudian
disimpan dalam rekening bank atau ditarik atau ditransfer lebih lanjut ke
rekening bank lainnya. Penggunaan metode ini memungkinkan pelaku kejahatan
untuk menjalankan usaha atau bekerjasama dengan mitra bisnisnya dan menggunakan
rekening perusahaan yang bersangkutan sebagai tempat penampungan untuk hasil
kejahatan yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian tiga metode pencucian uang di atas maka dapat
dilihat bahwa tiap transaksi yang dilakukan baik oleh pribadi atau perusahaan,
setiap bentuk kegiatan usaha maupun rekening yang terdapat di bank-bank dapat
dipergunakan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan pencucian uang.
6. Dampak Dan Kerugian
Pencucian Uang
Praktek pencucian uang atau money laundering memang tidak secara langsung merugikan orang
atau perusahaan tertentu. Secara sepintas
bahkan praktek ini tampak tidak menimbulkan korban. Praktek pencucian uang
berbeda dengan tindak pidana lain seperti pembunuhan, perampokan atau pencurian
yang menimbulkan kerugian langsung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar