Kamis, 01 Maret 2012

Minoritas Muslim Dan Permasalah Mereka Dari Sudut Hukum Fiqh (Fiqh Aqalliyat)




“Minoritas Muslim Dan Permasalah Mereka Dari Sudut Hukum Fiqh (Fiqh Aqalliyat)”
A.    Pengertian Minority
Minoritas adalah suatu kelompok manusia di sebuah negara yang berbeda dengan kebanyakan penduduk negara itu.
Perbedaan tersebut mungkin berupa agama, madzhab, keturunan, bahasa dan perkara-perkara dasar lainnya yang membedakan antara sekelompok manusia dengan manusia lainnya. Contoh, minoritas Kristen di Mesir, Syria, Iraq. Minoritas Yahudi di Maroko, Iran. Minoritas muslim di negara-negara Barat.
Al-Qur’an menyebut jumlah yang banyak sebagai suatu pemberian, peringatan dan ni’mat, sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an,
“dan ingatlah pada ketika kamu dahulu sedikit lalu dia menjadikan kamu banyak.” (QS. Al-A’raf: 86)
“Dan ingatlah pada ketika kamu berjumlah sedikit dan tertindas di muka bumi, kamu takut akan orang-orang akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat untuk menetap dan menjadikan kamu kuat dengan pertolongannya.” (QS. Al-Anfal: 26)
B.     Data Minoritas Muslim
1.      Minoritas muslim di Barat
a)      Penduduk asal, i.e. Turki, Albania, bosnia, Herzegovina, Kosovo, Macedonia, Croatia, Serbia, Bulgaria, dsb.
b)      Penduduk Erofa yang baru menganut Islam
c)      Pendatang Maroko di Prancis
d)     Pendatang Turki di Jerman
e)      Pendatang India, Pakistan, Bangladesh di Inggris
f)       Terdapat juga Islam di Belanda, Belgia, Austria, Italia, Spanyol, negara-negara Skandinavia dan lain-lain.
2.      Minoritas muslim di Timur
a)      150 juta muslim di India
b)      Bekas Uni Soviet, Uzbekiztan, Tajikistan, Kazashtan, Azerbaijan, dll
c)      20 juta muslim di Rusia, berasal dari Kaukasus, Tatar, Checnya, dsb.
d)     150 juta muslim di China
e)      Ethiopia, Eriteria, Chad
f)       Minoritas yang signifikan di Thailang, Burma, Singapura, Srilangka, Tanzania, Uganda, Kenya, Ghana, Kongo, nigeria, dsb.
C.    Hubungan Minoritas Muslim di Barat Dengan Islam
Minoritas muslim di Barat dibagi menjadi dua macam,
1.      Penduduk asli suatu negara, i.e. Erofa Timur dan Rusia
2.      Pendatang baru dari dunia Islam.
Pendatang awal bangsa Afghan ke Australia kebanyakan buta huruf, kawin dengan wanita Australia, dan membesarkan anak-anaknya dengan agama ibunya.
Amerika Selatan asalnya Islam, contoh Carlos Mun’im (Presiden Argentina), kemudian menganut Kristen.
D.    Masalah-Masalah Fiqh
Minoritas muslim baik dari penduduk asli atau pendatang senantiasa mengadukan berbagai masalah politik, ekonomi, kebudayaan, dan juga masalah fiqh.
Banyak sekali persoalan-persoalan yang terjadi, diantaranya;
1.      Hukum daging yang dijual di pasar dan dihidangkan di restoran
2.      Apakah kita harus bertanya dengan detail tentang sembelihan tersebut atau cukup membaca bismillah
3.      Hukum bekerja di restoran yang menjual minuman keras
4.      Hukum memberi salam ke non muslim
5.      Hukum menikah dengan wanita non muslim
6.      Hukum membeli rumah dengan pinjaman bank dan sebagainya.
Semua prsoalan tersebut hendaknya tidak mengganggu dan tidak meanggoyahkan kita. bahkan sebaliknya, ia membuktikan kepada kita semua bahwa Islam mempunyai pengaruh yang kuat dimanapun muslim itu berada.


Al-Qur’an memberikan ilustrasi,
dan bagi Allah, Timur dan Barat, kemanapun dia berpaling disitu terdapat wajah Allah.” (QS. Al-Baqarah: 115)
Dan di dalam hadits juga di jelaskan,
Bertaqwalah kamu dimanapun kamu berada.” (HR. At-Turmudzi, Hasan Shahih,  Hr. Ahmad Dan Al-Darimi)
E.     Realitas Di Sekitar Fiqh Minoritas
Sebuah masyarakat Islam tidak hidup hanya dengan fiqh semata-mata, fiqh tidak merangkum asas-asas kehidupan rohani, iman, dan akhlak. Dalam kitab Al-Ihya’ Ulum Al-Din, Al-Ghazali mengatakan, “fiqh merupakan ilmu dunia dan bukan ilmu akhirat.”
Minoritas muslim adalah bagian dari umat Islam, dan juga bagian dari masyarakat tempatnya. Sedangkan fiqh minoritas adalah fiqh khusus dalam fiqh yang umum, seperti ilmu fiqh lainnya, misalkan fiqh tibbi (perobatan), fiqh siyasi (politik), fiqh iqtishadi (ekonomi)dan sebagainya.
Wujudnya Islam di Barat adalah suatu keharusan,
sesungguhnya kami tidak mengutus engkau kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107)
“maha suci allah yang menurunkan al-furqan ke atas hambanya untuk menjadi peringatan bagi alam semestanya.” (QS. Al-Furqan:1)
“nabi dahulu diutus kepada kaumnya, sedangkan akudiutus kepada manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Jabir)
Realitas ini ini menunjukkan bahwa bolehnya seorang muslim tinggal di Barat untuk menyebarkan Islam sebagai agama rahmat bagi semesta alam.


F.     Ciri-Ciri Khusus Fiqh Minoritas
Pada pembahasan ini, penulis akan memberikan cirri-ciri khusus tentang fiqh minoritas yaitu sebagai berikut,
1.      Berasal dari khasanah fiqh Islam dengan melihat keadaan, trend dan masalah hari ini. Tanpa mengabaikan warisan fiqh Islam namun juga tidak tenggelam dalam warisan berkenaan.
2.      Menghubungkan sifat universal Islam dengan realitas masyarakat yang ia obati, mendiagnotis penyakitnya dan memberi resep dari formasi syari’at. Rasulullah juga memelihara tabiat berbagai kaum dan tradisi mereka.
3.      Menyeimbangkan nash-nash syari’at yang  juz’I (cabang) dengan tujuan-tujuan yang kulli (umum).
4.      Mengembalikan perkara yang cabang kepada yang ushul, ia menangani apa yang juz’I di bawah petunjuk apa yang kulli dengan pertimbangan beberapa mashlahat, beberapa mudharat sekiranya yang satu berbeda dengan yang lain, sesuai dengan panduan fiqh muwazanah (keseimbangan) dan fiqh awlawiyat (prioritas),
5.      Mengambil pendapat yang telah diputuskan oleh para ulama, yaitu fatwa bisa berubah mengikuti perubahan tempat, zaman, keadaan, adat, dan lain-lain. Tidak akan terdapat perbedaan fatwa jika Islam telah tegak,
6.      Memelihara keseimbangan antara cirri-ciri istimewa kepribadian Islam dan tanpa melupakan integrasi dengan masyarakat non muslim.
G.    Sumber-Sumber Fiqh Minoritas
Sebenarnya fiqh minoritas mempunyai sumber hukum yang lumayan banyak, bukan hanya berdasarkan imajinasi nanusia saja, bukan Cuma Al-Qur’an atau Sunnah saja, tapi melebihi dari apa yang kita kita sebelumnya. Adapun sumber- Al-Qur’anzsumber fiqh minoritas itu penjelasannya sebagai berikut,
1.      Berpegang pada induk segala sumber, yaitu Al-Qur’an. Bahkan Sunnah Nabi wajib difahami di bawah panduan Al-Qur’an.  Dan Al-Qur’an memberikan penekanan terhadap dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum disbanding perkara-perkara cabang dan terperinci,
2.      Berpegang pada Sunnah. Ulama memutuskan bahwa sebagiat Sunnah menjadi syari’at, dan sebagian lagi tidak, Sunnah yang menjadi syari’at ada yang bersifat umum vs khusus, ada yang bersifat kekal vs sementara. Para ulama berkata bahwa, sesungguhnya Sunnahhanya terbatas di tempatnya saja (bagi perkara individu berkenaan) dan tidak menjadi hukum umum.
3.      Setelah Al-Qur’an dan Sunnah terdapat juga Ijma’, perlu diperhatikan bahwa kadang-kadang walupun Ijma’ tersebut ditetapkan berdasarkan nash namun tetap engazmemperhatikan ‘urf (adat), jadi jika ‘urf berubah maka hukum yang diambil darinya juga berubah.
4.      Qiyas, seorang faqih pasti menggunakan Qiyas jika jelas ‘illat (factor persamaan hukum) baginya dan tidak adanya sifat yang membedakan antara perkara cabang dengan asal.
5.      Terdapat juga sumber-sumber atau dalil-dalil yang diperselisihkan yaitu istishlah (beramal dengan mashlahat), istihsan, sad az-zari’ah (menutup pintu kerusakan), syar’u man qablana (syari’at umat sebelum kita), ‘urf (adat), istishab, pendapat seorang sahabat, dan lain-lain
H.    Tonggak Dasar Fiqh Minoritas
1.      Tiada Fiqh Tanpa Melakukan Ijtihad Kontemporari Yang Mantap, Yaitu Ijtihad Yang Benar-Benar Lahir Dari Mereka Yang Pakar Dibidangnya.
Ijtihad yang dikehendaki ada yang bersifat tarjihi dan intaqa’I (memelihara apa yang lebih besar pada neraca pertimbangan dan apa yang lebih sesuai dengan tujuan syara’ dan mashlahatnya), dan ada yang bersifat ibda’I dan insya’I (yang berkaitan dengan perkara-perkara baru dalam persoalan kehidupan).
Contoh perbedaan antara Abu Hanifah dengan dua sahabatnya ini adalah perbedaan zaman bukan perbedaan hujjah dan dalil. Asy-Syafi’I berpindah dari madzhab Qadim (lama) menjadi Jadid (baru).
Ijtihat juga sebagian dari tajdid (reformasi), dalam hadits nabi dijelaskan, “sesungguhnya Allah akan membangkitkan bagi umat ini tiap seratus tahun, seorang yang akan mentajdid untuk mereka agama mereka.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, Hakim dan Baihaqi).
2.      Memelihara Kaidah Fiqh Yang Umum
a)      Setiap perkara dinilai dengan niat dan tujuannya
b)      Adat adalah sumber hukum
c)      Apabila suatu kewajiban tidak sempurna karena suatu perkara, maka perkara itujuga menjadi suatu kewajiban
d)     Tidak boleh memudharatkan diri dan orang lain
e)      Mudharat itu dicegah dan dihilangkan sesuai dengan kemampuan
f)       Mudharat tidak boleh dihilangkan dengan mudharat yang sama atau yang lebih besar
g)      Mudharat khusus boleh diambil untuk menolak mudharat yang umum
h)      Mudharat rendah boleh diambil untuk menolak mudharat yang lebih tinggi
i)        Boleh menanggung mudharat yang lebih ringan dari mudharat yang ada
j)        Menolak kerusakan lebih utama daripada mengambil mamfaat
k)      Kerusakan yang sedikit dimaafkanuntuk mengambil mashlahat yang besar atau banyak.
l)        Kesulitan akan mendatangkan kemudahan
m)    Jika suatu perkara menyempit, maka hukum Islam meluas
n)      Dalam muamalah asal dari sesuatu adalah boleh
o)      Orang Islam terikat dengan sesuatu yang disepakati bersama
p)      Hak umat didahului dari hak individu
q)      Fardhu ‘ain didahulukan fardhu kifayah
r)       Fardhu ‘ain yang belum dilaksanakn oleh seorangpun lebih diutamakan dari fardhu kifayah yang telah dilaksanakan oleh sebagian manusia
s)       Tidak diterima amal sunat kecuali amal fardhu telah ditunaikan
t)       Orang yang ketat, Allah akan bersifat ketat dengannya
u)      Penilaian itu berdasarkan keadaan akhirnya
v)      Amal hati lebih afdhal dari amal fisik
w)    Bid’ah lebih buruk dari ma’siat
x)      Sesuatu yang dzanni tidak boleh menutup apa yang bersifat qath’i.

3.      Memberi perhatian Terhadap Fiqh Waqi’, (kefahaman terhadap realitas) dimana ia berada di dalamnya
Imam Ibnu Al-Qayyim berkata dalam bukunya yang berjudul ‘Ilam Al-Muwaqqi’an, “seorang mufti dan hakim tidak akan mampu memberikan fatwa atau hukum dengan benar kecuali dengan dua kefahaman, salah satunya adalah memahgami realitas dan hukum fiqh bagi realitas tersebut. Bentuk kedua adalah memahami kewajibandalam berhadapan dengan realitas, yaitu memahami hukum Allah sesuai dengan realitas hukum yang berkenaan.”
Ibn Al-Qayyim dan Shihabuddin Al-Qarafi menetapkan kewajiban perubahan fatwa dengan perubahan tempat, masa, adat, dan keadaan.
4.      Memberi Tumpuan Kepada Fiqh Bagi Masyarakat Banyak Bukan Hanya Fiqh Bagi Individu
Imam Al-Gazali memfatwakan bolehnya membunuh perisai manusia dalam peperangan jika mashlahatnya lebih besar.
5.      Penggunaan Manhaj yang Memudahkan
Permudahlah dan jangan dipersulit, sampaikanlah berita gembira dan jangan menyebabkan orang lari” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Allah tidak hendak mempersulit suatu kaum tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni’matnya bagimu, supaya kamu besyukur.” (QS. Al-Maidah:6).
6.      Memelihara Kaidah Perubahan Fatwa Disebabkan Perubahan Waktu dan Motif
7.      Bertingkat-Tingkat, Karena Bertingkat-Tingkat Adalah Aturan Alam ini dan Juga Aturan Syari’at
8.      Mengakui Adanya Kebutuhan Manusia
Fiqh minorits berdiri di atas perspektif fiqh yang bersifat realistic dalam menangani masalah manusia, bukan perspektif yang bersifat awing-awang dan manusia tidak mampu untuk mencapainya
9.      Bebas Dari Beriltizam Dengan Satu Madzhab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar