ISLAM DAN TERORISME
Kembali dunia dikejutkan oleh serangan terorisme. Seminggu silam (Rabu, 26 terror telah menghantui Kota Mumbai, sebagai jantung perekonomian India. Serangan dilakukan di 11 titik sebagai pusat keramaian secara serentak oleh kelompok bersenjata yang menamakan dirinya Deccan Mujahidin India. Mereka menuntut pembebasan rekan-rekannya yang ditahan pemerintah India. Peristiwa ini mengakibatkan 125 kematian dan 321 korban luka-luka warga sipil baik warga Negara India maupun warga negara asing.
Menurut definisi (Wikkimedia), terrorisme adalah sebuah tatik berupa serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan terror terhadap masyarakat. Selain terorisme individual maupun kelompok, terrorisme juga bisa dilakukan negara.
Sebenarnya terorisme bukanlah hal baru yang muncul di dunia ini. Terrorisme telah menjadi isu dunia pada akhir abad 20-an. Bahkan tatik terorrisme telah digunakan berabad-abad tahun sebelumnya. Pada paruh awal tahun masehi, di masa imperium Romawi, saat pemerintahan Tiberius dan Caligula, terkenal kepandainaanya dalam menggunakan terror dalam bentuk intimidasi dan kekerasan untuk melanggengkan kekuasaanya. Pada abad ke-17, pasukan Spanyol membubarkan organisasi-organisasi Islam dengan ancaman kekerasan, serta menghadapkan penganut Islam di sana pada pilihan berat, yakni pindah agama atau keluar dari tanah Andalusia. Bahkan Rejim Stalin di daratan Eropa pada masa 1930-1940an disebut sebagai rejim terror. Pada akhir masa 1940-1960an, terrorisme diasosiasikan dengan perjuangan bersenjata untuk kemerdekaaan khususnya di Palestina dan Algeria.
Dalam perkembangannya hingga tahun 1970an, konsep terrorisme semakin meluas pemaknaannya. Seperti pemboman di area publik ini sebagai bentuk terrorisme. Dan di tahun 1980an muncul bentuk terrorisme negara seperti penahanan, kamp konsentrasi, penyiksaan, dan teknik pencucian otak.
Terrorisme menjadi isu dunia yang santer lagi setelah peristiwa WTC, pemboman gedung kembar dan menara AS pada 21 September 2001. Di Indonesia, isu terrorisme juga semakin menjadi perhtian setelan beberapa rangkaian peristiwa peledakan bom di beberapa kawasan strategis, seperti peristiwa pemboman Bali I, II, dan Hotel Marriot Jakarta.
Berita terrorisme yang muncul akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan gerakan Islam. Serangkaian pemboman di Indonesia, pengadilan menyatakan keterlibatan kelompok Islam, yang diakhiri dengan eksekusi mati terhadap Imam Samudra cs. Dan yang belum lama, terror yang terjadi di Mumbai - India, ini juga melibatkan pasukan bersenjata yang menamakan dirinya Deccan Mujahihin.
Dramatisnya pemberitaan dimedia tentang terrorisme yang seringkali mengkaitkan dengan jihad Islam, menambah besarnya stigma negatif masyarakat terhadapi gerakan Islam.
Dalam ajaran Islam memang ada tuntunan untuk berjihad membela agama. Nabi Muhammad saw. pada zamannya juga berperang melawan Quraissy, kaum penindas saat itu. Namun, perlawanan yang dilakukan Rosulallah pada saat itu dilakukan konteks perang. Rosulallah melarang penyerangan terhadap musuh yang tidak bersenjata. Beliau juga mengajarkan untuk tidak menyakiti dan bahkan melindungi kaum Quraissy yang berada di daerah kekuasaan Islam saat itu.
Kalau ditarik dalam konteks sekarang, berarti ajaran Nabi Muhammad saw tentang jihad membela Islam tidak dapat disama artikan dengan terrorisme yang mengakibatkan kematian masyarakat sipil. Semua aksi terorisme, siapapun pelakunya (kapitalis atau komunis,Islam atau Kristen, Gerakan Pembebasan atau Negara, BIN atau CIA) dan apapun tujuannya, mengandung kekerasan yang berakibat pada jatuhnya korban tak bersalah. Terroris dapat dikatakan sebagai penjahat kemanusiaan karena aksi yang dilakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar